Senin, 25 Januari 2010

EKOSISTEM BUATAN HUTAN MANGROVE DI TAHURA NGURAH RAI BALI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    DEFINISI HUTAN MANGROVE
Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantainya selalu tergenang air. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Kata mangrove adalah kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (Macneae 1968 dalam Anonim 2009). Adapun dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang – surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Nybakken (1988) mengatakan bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropic yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis.

B.     HUTAN MANGROVE DI TAHURA NGURAH RAI BALI
Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai merupakan suatu kawasan hutan bertipe hutan payau yang selalu tergenang air payau dan dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasi utama di Tahura ini adalah tanaman mangrove. Tahura ini ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan pada tahun 1993 yang mempunyai luas sekitar 1.373.50 ha. Tahura Ngurah Rai berada di dua Kabupan/Kota yaitu di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Tahura Ngurah Rai Merupakan muara dari sungai Tukad badung dan Tukad mati yang merupakan sungai utama di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Hutan bakau di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali ini menjadi kawasan hutan mangrove terbaik di Indonesia, bahkan sekawasan Asia.
Berkat keberhasilan mengembangkan dan melestarikan berbagai jenis tamanan yang tumbuh subur dan lebat, menjadikan kawasan itu menjadi rujukan studi banding para ahli mancanegara, kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Buana di Denpasar. Namun, di lain hal sungai-sungai ini melewati banyak pemukiman pada sehingga kualitas air di dua sungai berada dalam kondisi tercemar. Alih fungsi lahan, keberadaan sampah dan keadaan air yang terpolusi merupakan masalah utama yang menyebabkan tertekannya pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai.
Kawasan seluas hutan mangrove ini ditata sedemikian rupa, dihubungkan dengan jalan setapak, sehingga menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat kota Denpasar maupun wisatawan mancanegara. Masyarakat setempat juga biasa menjadikan kawasan hutan bakau sebagai tempat rekreasi seperti memancing ikan. Sebelum ditetapkan sebagai Tahura, areal tahura banyak digunakan sebagai tambak oleh masyarakat sekitar. Selama tahun 1994-2006 hutan mangrove di Tahura ini mengalami perluasan meningkat menjadi sebesar 975.42 ha. Keadaan ini menunjukkan bahwa dalam jangka 12 tahun luasan tanaman mangrove telah meningkat luasanya sebesar 488.61 ha atau dengan kecepatan pertumbuhannya mencapai 40.72 ha per tahun. Keberadaan Mangrove Information Center (MIC) (Pusat Informasi Mangrove) sangat berpengaruh terhadap peningkatan luasan tanaman mangrove pada Tahura Ngurah Rai. MIC mempunyai mempunyai fungsi sebagai pusat pengelolaan dan pelatihan mangrove yang berkelanjutan sehingga bisa merealisasikan keberadaan wisata alam hutan mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai.


BAB II
EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI TAMAN HUTAN RAKYAT
NGURAH RAI BALI

A.    KOMPONEN STRUKTUR EKOSISTEM
Sebagai ekosistem, hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai Bali memiliki komponen struktur ekosistem biotik dan abiotik seperti di bawah ini :
1.    Komponen Biotik
Faktor biotik hutan mangrove adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup yang ada di hutan mangrove. Tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer.
a.       Produsen
Di dalam hutan mangrove terdapat flora yang berkedudukan sebagai produsen utamanya yaitu pohon mangrove itu sendiri.
b.      Konsumen Hutan Mangrove
Untuk tingkat trofik konsumen terdapat berbagai fauna mangrove. Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok:
                                       i.     Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung.
                                     ii.     Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe, yaitu yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan, dan udang dan yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang, dan berbagai jenis invertebrata lainnya


c.       Mikroorganisme Hutan Mangrove
Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Mikroorganisme yang banyak berperan adalah bakteri dan fungi.
2.    Komponen Abiotik
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia, seperti di bawah ini :
a.       Tanah
Tanah mangrove Tahura Ngurah Rai ini merupakan tanah alluvial yang dibawa sebagai sedimen dan diendapkan oleh sungai dan laut. Tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai pasir (sand), lumpur/debu halus (silt) dan lempung/tanah liat (clay). Tanah disusun oleh ketiganya dengan komposisi berbeda-beda, sedangkan lumpur (mud) merupakan campuran dari lumpur halus dan lempung yang keduanya kaya bahan organik (detritus).
b.      Derajat Keasaman (pH)
Adanya kalsium dari cangkang moluska dan karang lepas pantai menyebabkan air di ekosistem mangrove bersifat alkali. Namun tanah mangrove bersifat netral hingga sedikit asam karena aktivitas bakteri pereduksi belerang dan adanya sedimentasi tanah lempung yang asam.
c.       Oksigen
Berbeda dengan tanah kering, lumpur hampir tidak memiliki rongga udara untuk menyerap oksigen, sehingga beberapa tumbuhan membentuk metode yang luar biasa untuk menyerap oksigen, seperti menumbuhkan akar pasak, akar lutut, akar penyangga, dan akar papan ke atas permukaan lumpur untuk memperolehn oksigen.
d.      Sinar, Suhu, dan Kelembapan
Kondisi di atas dataran lumpur terbuka dan di bawah kanopi hutan sangat berbeda. Dataran lumpur yang tersinari matahari langsung pada saat laut surut di siang hari menjadi sangat panas dan memantulkan cahaya, sedangkan permukaan tanah di bawah kanopi hutan mangrove terlindung dari sinar matahari dan tetap sejuk. Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak lebih dari 5°C dan suhu udara rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20°C. Tingkat kelembaban hutan mangrove lebih kering dari pada hutan tropis pada umumnya karena adanya angin.
e.       Salinitas
Karena masih berada di bawah pengaruh air laut, maka hutan mangrove memilki salinitas yang cukup tinggi. Air payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt.

B.     KOMPONEN FUNGSI EKOSISTEM
1.    Keanekaragaman Jenis Makhluk Hidup
a.       Keanekaragaman Jenis Flora
      Keanekaragaman jenis tumbuhan di hutan mangrove biasanya terbagi atas beberapa zona atau yang disebut dengan zonasi berdasar ciri ekologi masing-masing zona. Namun perlu ditinjau ulang apakah hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai ini mengalami zonasi tersebut, karena selain ekosistem hutan mangrove ini sudah banyak mengalami kerusakan juga mengalami berbagai pengembangan melalui pengelolaan-pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola hutan mangrove itu sendiri. Namun secara umum di Tahura Ngurah Rai terdapat 18 jenis mangrove yaitu Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhyiza, Rhizophora stylosa, Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Excoecaria agalocha, Avicennia lanata, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Avicennia officinalis, Bruguiera cylindrical, Sonneratia caseolaris, Lumnitzera racemosa, Ceriops decandra dan Phemphis acidula (BPDAS Unda Anyar, 2008).


b.      Keanekaragaman Jenis Fauna
      Di hutan mangrove Tahura Ngurah Rai Bali dan hutan mangrove pada umumnya terdapat beberapa jenis fauna, antara lain adalah :
1)   Serangga
Insekta merupakan taksa yang sangat banyak ditemukan di hutan mangrove, berupa berbagai jenis ngengat, kutu (bug), kumbang, lalat, semut dan jengkerik.
2)   Crustaceae
Crustasea seperti remis, udang dan kepiting sangat melimpah di hutan mangrove. Salah satu yang terkenal adalah kepiting lumpur (Thalassina anomala) yang dapat membentuk gundukan tanah besar di mulut liangnya, serta kepiting biola (Uca spp.) yang salah satu capitnya sangat besar.
3)   Mollusca
Moluska, beserta Arthropoda, merupakan inverterbrata paling banyak dijumpai di hutan mangrove, baik Gastropoda maupun Bivalvia.
4)   Ikan
Hutan mangrove merupakan tempat aman bagi berbagai jenis burung dan ikan untuk mencari makan, bersarang dan tinggal. Ikan ini tinggal di hutan mangrove pada waktu atau tahap tertentu, misalnya pada saat muda dan musim kawin. Terdapat pula jenis ikan tawar yang dapat hidup di area mangrove.
5)   Burung
Burung pemakan madu dan loriket mengunjungi mangrove pada musim berbunga. Burung lain seperti merpati imperial juga tinggal di mangrove selama musim kawin. Burung air yang sering mengunjungi mangrove antara lain jabiru, bangau, heron, sedangkan robin, kutilang, burung madu, dan raja udang merupakan burung daratan yang secara tetap menggunakan ekosistem mangrove.
6)   Reptilia
Terdapat beberapa jenis ular yang menggunakan mangrove sebagai habitat primernya. Sering juga ditemukan kadal dan biawak.
7)   Mamalia
Kelelawar buah (kalong) sering membentuk koloni besar di hutan mangrove dan bergelantungan di siang hari. Mamalia lain yang dapat dijumpai di tempat ini antara lain bajing, anjing, dan tikus.
2.    Rantai Makanan
       Secara umum, di perairan hutan bakau Tahura Ngurah Rai Bali memilki tipe rantai makanan detritus. Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi (Romimohtarto dan Juwana 1999).
        
Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan dan ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudian menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan hewan lainnya (Nontji, 1993). Setyawan dkk (2002) menyatakan nutrien di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungai atau laut. Lalu ditambahkan oleh Romimohtarto dan Juwana (1999) yang menyatakan bahwa bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata. Kemudian protozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan oleh karnivor tingkat tinggi. Image 
3.    Siklus Materi yang Terjadi
       Karena terjadi proses makan memakan, maka di dalam rantai makanan juga terjadi pengalihan energi, yang berasal dari satu organisme yang dimakan, ke organisme pemakan. Sumber asal energi dalam rantai  makanan adalah matahari. Kimball (1987) mengatakan tumbuhan hijau menghasilkan molekul bahan bakar lewat proses fotosintesis hanya dengan menangkap energi matahari untuk sintesis molekul-molekul organik kaya energi dari prekursor H2O dan CO2.dan udara. Di dalam ekosistem mangrove yang juga termasuk kategori tumbuhan adalah tanaman mangrove itu sendiri dan fitoplankton. Selanjutnya secara berantai tumbuhan itu dimakan oleh organisme tingkatan trofik yang lebih tinggi, yang secara tidak langsung terjadi poses pengalihan energi didalamnya.
4.    Fungsi Perlindungan Pantai dan Stabilitas Iklim
       Mangrove membantu melindungi pantai dari erosi (abrasi), angin ribut, dan gelombang laut. Mereka mencegah erosi garis pantai dengan bertindak sebagai penghalang dan penangkap material alluvial, sehingga menstabilkan ketinggian daratan dengan membentuk daratan baru untuk mengimbangi hilangnya sedimen.
Akar mangrove yang jalin-menjalin, beserta pneumatofora dan batang mangrove dapat mengurangi kecepatan arus air, menangkap sedimen untuk menjaga ketinggian daratan pantai dan mencegah siltasi pada lingkungan laut di sekitarnya. Hutan mangrove juga berperan serupa dalam hal pemerangkap dan penyaring sedimen dan bahan pencemar, sehingga sedimentasi dan pencemaran di perairan pesisir jauh berkurang. Mangrove juga berperan dalam mengatur pasokan air tawar ke sistem perairan pesisir.
Kemampuan mangrove untuk menjadi daerah penyangga membantu mengurangi kerusakan bangunan dan jatuhnya korban jiwa pada saat badai dan tsunami. asil penelitian Istiyanto et al. (2003) yang merupakan pengujian model di laboratorium antara lain menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora sp) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami melalui rumpun tersebut.
Di samping itu komunitas mangrove dapat mempengaruhi daur hidrologi, dan menghambat intrusi air laut ke daratan, serta mempengaruhi mikroklimat. Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
5.    Fungsi Siklus Hara
Detritus hutan ini, terutama tersusun atas serasah daun dan cabang-cabang mangrove yang gugur, menyediakan nutrien autochthonous bagi ekosistem mangrove dan laut. Hal ini mendukung berbagai jenis hidupan laut dalam jaring-jaring makanan yang kompleks yang terhubung secara langsung dengan detritus atau secara tidak langsung dengan plankton dan alga epifit. Plankton dan alga merupakan sumber utama karbon pada ekosistem mangrove di samping detritus. Hutan mangrove merupakan ekosistem produktif yang mendukung sejumlah besar kehidupan melalui rantai makanan yang dimulai dari tumbuh-tumbuhan.
Daun tumbuhan mangrove, sebagaimana semua tumbuhan hijau, menggunakan sinar matahari untuk mengubah karbon dioksida menjadi senyawa organik melalui proses fotosintesis. Karbon yang diserap tumbuhan selama fotosintesis, bersama-sama dengan nutrien yang diambil dari tanah, menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan. Pertumbuhan pohon mangrove sangat penting bagi keberlanjutan hidup semua organisme. Terurainya daun, batang, dan akar mangrove yang mati menghasilkan karbon dan nutrien yang digunakan oleh organisme lain dalam ekosistem tersebut. Tidak ada yang menjadi sampah dalam ekosistem mangrove. Tumbuhan mangrove merupakan lumbung sejumlah besar daun yang kaya nutrien yang akan diuraikan oleh fungi dan bakteri atau langsung dimakan kepiting yang hidup di lantai hutan. Material organik yang mati diuraikan menjadi partikel-partikel kecil (detritus) oleh sejumlah besar bakteri yang kaya protein.
Detritus merupakan sumber makanan bagi beberapa spesies moluska (siput), Crustacea (kepiting dan udang) dan ikan, yang selanjutnya menjadi makanan bagi hewan yang lebih besar. Nutrien yang dilepaskan ke dalam air selama periuraian daun, kayu dan akar juga dimakan plankton dan alga.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Ekosistem Hutan Mangrove di Taman Hutan Rakyat Ngurah Rai Bali merupakan ekosistem buatan yang memiliki fungsi ekologis, sosial, dan ekonomi tinggi. Ekosistem ini memiliki struktur komponen biotik dan abiotik yang khas dengan hutan mangrovenya. Sedangkan komponen fungsi ekosistem ini meliputi keanekaragaman flora dan fauna mangrove, rantai makanan yang terjadi sehingga mendukung aliran energi/materi ataupun siklus hara dalam ekosistem ini, dan fungsi perlindungan pantai serta stabilitas iklim.  
B.     SARAN
1.      Mengingat aktivitas manusia dalam pemanfaatan hutan mangrove, maka diperlukan pengelolaan mangrove yang meliputi aspek perlindungan dan konservasi.
2.      Dalam rangka pengelolaan, dikembangkan suatu pola pengawasan pengelolaan mangrove yang melibatkan semua unsur masyarakat yang terlibat
3.      Mengingat manfaat dari hutan mangrove, maka diperlukan perlindungan daerah-daerah mangrove rawan dalam arti kata jika daerah tersebut dibuka/dikonversi akan menimbulkan dampak negatif yang besar, seperti timbulnya intrusi air asin, abrasi, erosi, banjir dan lain-lain.

 DAFTAR PUSTAKA

An, La. 2009. Perubahan Luasan Tanaman Mangrove di Tahura Ngurah Rai-Bali. Sistem Informasi Geografi. Diambil dari http://mbojo.wordpress.com/ 2009/02/12/perubahan-luasan-tanaman-mangrove-di-tahura-ngurah-rai-bali/ diambil tanggal 9 Desember 2009 pukul 16.00 WIB
Anonim.2009. Deskripsi Hutan Mangrove. Sistem Informasi Ekologi Laut Tropis.webmaster@ipb.ac.id
Anwar, Chairil dan Gunawan, Hendra. 2006. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir. Diambil dari http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul= Mengapa%20Ekosistem%20Hutan%20Mangrove%20(Hutan%20Bakau)%20harus%20diselamatkan%20dari%20Kerusakan%20Lingkungan&&nomorurut_artikel=269 diambil tanggal  6 Desember 2009 pukul 16.00 WIB
Maria,dkk. 2009. Rantai Makanan pada Ekosistem Mangrove. Universitas Hasanudin
Istiyanto, D.C., S.K. Utomo, dan Suranto. 2003. Pengaruh Rumpun Bakau terhadap Perambatan Tsunami di Pantai. Makalah pada Seminar Nasional “Mengurangi Dampak Tsunami: Kemungkinan Penerapan Hasil Riset” di Yogyakarta, 11 Maret 2003.
  Kimball, J.W. 1987. Biologi. Jilid.1. Erlangga. Jakarta
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan
Nybaken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia.
Rochana, E. 2009. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia diambil dari www.irwantoshut.com tanggal 6 Desember 2009 pukul 16.00 WIB
Romimohtarto, K dan S. Juwana, 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta: Puslitbang Osenologi-LIPI.
Setyawan, A. Susilowati, A, Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan Ekosistem Mangrove di Jawa. Petunjuk Praktikum Biodiversitas; Studi Kasus Mangrove. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA UNS
Waryono, Tarsoen. 2008. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Ekosistem Mangrove dalam Kumpulan Makalah Perode 1987-2008.
 

Disusun Oleh : Riza Sativani Hayati sebagai tugas akhir Ekologi Semester 3 FMIPA UNY 

1 komentar:

  1. Sumpah makasi banget atas artikelnya ini ^_^ membantu banget :) follow = @DindaMSwari

    BalasHapus

Tulis Komentar !!!