Senin, 25 Januari 2010

PERAN PENDIDIKAN DALAM MENCIPTAKAN MAYARAKAT YANG BERKUALITAS


Sasaran utama pembangunan adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat yang maju. Upaya peningkatan kualitas manusia ditujukan untuk mewujudkan kader-kader bangsa yang akan melaksanakan pembangunan di masa mendatang. Kader-kader bangsa yang berkualitas atau dikenal dengan istilah sumber daya manusia inilah yang menentukan keberhasilan pembangunan. Dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1984, Presiden Suharto berpidato : “yang menjadi andalan utama pembangunan Indonesia bukanlah kekayaan alamnya yang melimpah ruah melainkan kualitas manusia Indonesia. Kualitas manusia Indonesia itulah yang akan menentukan berhasil atau tidaknya usaha bangsa Indonesia untuk tinggal landas nanti. Dengan mengacu pada pidato Presiden di atas, menjadi jelas bahwa SDM yang berkualitas menjadi kunci keberhasilan bangsa Indonesia untuk tinggal landas, jadi mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM sebagai kader-kader bangsa untuk tinggal landas adalah sasaran strategis yang harus dicapai. Dalam krangka mencapai tujuan di atas, maka pendidikan nasional di Indonesia menurut GBHN bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indoensia yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, trampil, sehat jasmani dan rohani. Sedangkan yang bertanggung jawab melaksanakan tugas-tugas pendidikan bukan semata menjadi tanggungan pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat dan keluarga.
Manusia yang berkualitas memiliki keseimbangan antara tiga aspek yang ada padanya, yaitu aspek pribadi sebagai individu, aspek sosial dan aspek kebangsaan. Peranan pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Manusia sebagai makhluk individu memiliki potensi fisik dan nonfisik, dengan potensi potensi tersebut manusia mampu berkarya dan berbudi pekerti luhur. Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang berpotensi fisik dan nonfisik, dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pembentukan nilai adalah nilai-nilai budaya bangsa dan juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Proses transformasi tersebut berlangsung dalam jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. John Vaizei dalam bukunya Education in the Modern World (1965) mengemukakan peranan pendidikan sebagai berikut : (1) melalui lembaga mengemukakan peranan pendidikan tinggi dan lembaga riset memberikan gagasan-gagasan dan teknik baru, (2) melalui sekolah dan latihan-latihan mempersiapkan tenaga kerja terampil berpengetahuan, dan (3) penanaman sikap. Selain itu  penting bagi orang tua untuk menyadari unsur-unsur utama potensi manusia yang harus dipenuhi, sehingga keluarga dapat lebih berperan dalam pembinaan perkembangan anak. Unsur-unsur utama potensi manusia itu adalah :
a.       Ketahanan fisik
Untuk memperoleh tubuh yang sehat anak harus mendapatkan pemenuhan gizi yang sehat dan seimbang. Anak juga memerlukan pelayanan kesehatan. Rendahnya gizi akan berakibat pada daya tahan tubuh terhadap penyakit, akibatnya tidak hanya berpengaruh pada produktifitas kerja tapi juga berdampak pada sikap hidup yang tidak memiliki motivasi atau semangat untuk merubah nasib. Derajat kesehatan sangat mempengaruhi perkembangan kualitas manusia. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal harus selalu diupayakan
b.      Kebutuhan psikologis
Untuk tumbuh kembang menjadi anak yang sehat jasmani dan rokhani, anak membutuhkan pemenuhan kasih sayang dan perhatian. Sentuhan-sentuhan yang memancarkan kehangatan, ketulusan, kedamaian yang dipancarkan orang tua memiliki makna hakiki yang begitu mendalam bagi fungsi-fungsi jiwa seorang anak, seperti fungsi berfikir, merasa, mengindra dan mengintuisi. Ke empat fungsi dasar ini- melalui mekanisme yang kompleks- akan membentuk individualisasi seseorang, yaitu proses untuk menjadi jati diri atau realisasi diri.
c.       Kebutuhan Spiritual
Secara kodrati dimensi spiritual sudah dibawa sejak manusia lahir, namun perwujudannya dalam kehidupan beragama terjelma berkat pengaruh lingkungan dan pendidikan. Karena itu keluarga adalah media utama dan pertama dari pembentukan manusia-manusia takwa. Situasi rumah yang islami dan kesediaan orang tua dalam mempraktekkan nilai-nilai islam di rumah, sangat berpengaruh positif bagi anak-anak untuk membentuk dirinya menjadi manusia-manusia yang iman dan takwa.
2.      Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kesetiakawanan sosial, tanggung jawab sosial dan disiplin sosial. Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan menjadi ”pelajar seumur hidup”. Untuk itu sekolah berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Moedjiono dalam buku dasar-dasar Kependidikan (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam rangka menghadapi perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat menghendaki (1) kemampuan untuk mendapatkan informasi, (2) keterampilan kognitif yang tinggi, (3) kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan masalah, (4) kemampuan menentukan tujuan yang ingin dicapai, (5) mengevaluasi hasil belajar sendiri, (6) adanya motivasi untuk belajar, dan (7) adanya pemahaman diri sendiri.
3.      Manusia yang memiliki aspek kebangsaan mernpunyai rasa cinta tanah air, jiwa patriotik dan berwawasan masa depan. Eksistensi kebangsaan nasional perlu dipertahankan dengan berbagai cara antara lain memupuk identitas nasional pada generasi muda, penanaman kesadaran nasional. Kesadaran nasional perlu dibangkitkan melalui kesadaran sejarah. Kesadaran ini mencakup pengalaman kolektif di masa lampau atau nasib bersama di masa lampau yang menggembleng nation. Tanpa kesadaran sejarah tak ada identitas dan tanpa orang tak kepribadian atau kepribadian nasional. Kesadarari nasional, menciptakan inspirasi dan aspirasi nasional, keduanya penting untuk membangkitkan semangat nasional. Nasionalisme sebagai ideologi perlu menjiwai setiap warga negara yang wajib secara moral (moral com-mitment) dengan loyalitas penuh pengabdian diri kepada kepentingan negara, (Kartidirdjo, 1993). Prinsip nasionalisme sebagaian tujuan pendidikan nasional adalah : (1) Unity (kesatuan persatuan) lewat proses integrasi dalam sejarah berdasarkan solidaritas nasional yang melampaui solidaritas lokal, etnis, tradisional, (2) Libcrty (kebebasan) setiap individu dilindungi hak-hak azasinya, kebebasan berpendapat, berkelompok, kebebasan dihayati dengan penuh tanggung jawab sosial, (3) Equality (persamaan) hak dan kewajiban, persamaan kesempatan, (4) Berkaitan dengan prinsip ke 2, ke 3 ada prinsip kepribadian atau individualitas. Pribadi perorangan dilindungi hukum antara lain dalam hak milik, kontrak, pembebasan dari ikatan komunal dan primorial (5) Performance (hasil kerja) baik secara individual atau kolektif. Setiap kelompok membutuhkan rangsangan dan inspirasi untuk memacu prestasi yang dapat dibanggakan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam pembudayaan, pernyataan dan pengamalan nilai nilai budaya nasional yang akan mampu memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pendidikan yang berkualitas dibangun di dalam tiga dimensi yaitu pemerintah/dinas pendidikan, sekolah, dan masyarakat. Ketiga  dimensi tersebut bersinergi positif demi terciptanya lingkungan dan suasana pendidikan yang kondusif. Kondisi inilah yang akan  melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan siap merealisasikan ide-ide kreatif untuk membangun bangsa yang lebih maju.
1.        Pemerintah / Dinas Pendidikan
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan diawali dengan lahirnya Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diperkuat dengan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan yang kemudian ditegaskan lagi dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang merupakan serangkaian kebijakan mendasar yang akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidik untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Bahkan, untuk mempercepat peningkatan dan kualifikasi guru, pemerintah melalui Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menggulirkan program beasiswa kepada guru yang masih memiliki kualifikasi pendidikan non S1 untuk mengikuti program S1. Tentunya ini merupakan kebijakan positif yang harus disambut dengan semangat dan kinerja yang positif pula. Di samping  program tersebut, pemerintah seharusnya juga mempertimbangkan besarnya anggaran pendidikan. Berkaca dari negara-negara yang sudah maju di bidang pendidikan, seperti Malaysia yang anggaran pendidikannya sebesar 40 persen, bahkan negara maju seperti Jepang dan Amerika anggaran pendidikannya mencapai 60 persen. Besarnya anggaran pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas sarana dan mutu pendidikan di setiap sekolah. Jika sarana dan prasarana pendidikan di sekolah tersedia dengan baik dan lengkap, tentunya harapan siswa untuk merasakan suasana belajar yang asyik dan menyenangkan terealisasi, sehingga minat belajar siswa juga akan tinggi, apalagi ditunjang dengan kurikulum yang diberlakukan relevan dengan minat dan kebutuhan siswa. Departemen Pendidikan Nasional melalui Dinas Pendidikan Provinsi sampai ke tingkat kecamatan merupakan mata rantai penggerak arus kebijakan pendidikan yang berperan aktif dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas. Ditambah dengan hadirnya Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), sudah barang tentu dunia pendidikan benar-benar akan lebih maju dan berkualitas
2.        Sekolah
Sekolah dianalogikan sebagai "mesin" pendidikan yang memroses dan mencetak manusia-manusia yang memiliki skill dan karakter sesuai dengan kualitas "mesin" tersebut. SDM yang lahir dari sebuah "proses" tentunya memiliki kualitas yang berbeda dibandingkan SDM yang "instan". Hal ini akan tergambar karena "proses" yang diikuti siswa di sekolah akan membentuk pola pikir, karakter, dan wawasan seseorang. Sekolah adalah muara untuk merealisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Pengelolaan sekolah sesuai dengan aturan yang berlaku dengan menciptakan suasana yang kondusif antara Kepala Sekolah, Pegawai Tata Usaha, Komite, dan Guru, akan menghasilkan energi yang maksimal dalam "memroses" siswa. Selain itu, suasana yang kondusif akan menumbuhkan imej bahwa keberhasilan siswa melalui "proses" akan jauh lebih berharga dan bermakna dari pada sekedar angka-angka pada nilai kelulusan siswa, sehingga ketika melaksanakan UAN tidak perlu terjadi kecurangan.
3.        Masyarakat
Masyarakat juga memiliki peranan cukup penting dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan bukan hanya merupakan suatu usaha manusia untuk menambah pengetahuan dan kemampuannya dalam mencapai cita-cita hidup tetapi juga merupakan penghayatan nilai-nilai. Melalui cara inilah kualitas manusia secara langsung dapat dibentuk. Upaya pendidikan seharusnya sudah dimulai sejak dini dalam lingkungan keluarga melalui interaksi antara orang tua dan anak atau melaui percontohan dan bimbingan di mana orang tua menjadi panutan. Dalam interaksi ini tercakup pernyataan, stimulasi sikap, minat dan keyakinan orang tua. Menurut UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 10 ayat 4 tentang sistim pendidikan nasional menyebutkan bahwa pendidikan keluarga adalah merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama. Nilai-nilai moral dan keterampilan. Mengacu pada UU di atas maka fungsi orang tua adalah menanamkan nilai-nilai moral, membina mental dan berbagai keterampilan dasar anak sebagai dasar-dasar pembentukan kepribadiannya. Di antara nilai-nilai moral yang bisa ditanamkan orang tua adalah :
a.     Pembinaan akhlak
Menanamkan sopan santun, budi pekerti atau akhlakul karimah bagi anak adalah tugas utama orang tua dalam keluarga. Proses penanaman nilai-nilai akhlak ini akan dilanjutkan oleh para guru di sekolah dan masyarakat. Ketiga unsur ini harus saling peduli dan bekerja secara harmonis serta berkesinambungan. Penanaman nilai-nilai dalam rangkan pembentukan watak anak adalah merupakan proses informal, maka anggapan yang mengatakan bahwa sekolah bertanggung jawab penuh atas penanaman budi pekerti anak, adalah anggapan yang keliru, karena sekolah merupakan lembaga pengajaran, titik beratnya adalah pembentukan intelektual. Penanaman nilai-nilai akhlakul karimah ini dilakukan sejak usia 0-20 tahun, sudah tentu proses penanaman inilai-nilai ini tidak berbentuk materi pelajaran, tapi berupa tindakan langsung sebagai kasus sehari-hari, misalnya kalau ayah sedang tidur, anak dilarang ribut, kalau terlambat sekolah dilarang masuk kelas pada jam pertama. Larangan-larangan ini harus disertai penjelasan yang logis sehingga anak mengerti kesalahannya. Sesuai dengan tahap pertumbuhan anak, daya tangkap dan daya serap mentalnya,. Penanaman nilai-nilai akhlakuk karimah harus secara pelahan dan bertahap. Dalam hal ini orang tua bertindak sebagai contoh atau panutan. Nilai-nilai kejujuran, keadilan, kesetia kawanan, kemandirian, tanggung jawab dan keperdulian kepada orang lain harus ditanamkan orang tua kepada anak Selain berfungsi sebagai teladan, orang tua harus intervensi mencegah perbuatan anak yang salah dan melestarikan sikap anak yang positip. Dalam konteks penanaman nilai-nilai budi pekerti ini, seorang guru besar UI Prof. Dr. Yaumil Akhir pada seminat menanamkan sopan santun pada anak di Jakarta mengatakan bahwa sopan santun dan tata krama adalah perwujudan dari jiwa yang telah berisi nilai-nilai moral, untuk selanjutnya isian moral ini akan berkembang bersama isian lain dan akan dijadikan nilai yang dipedomani dalam peri laku keseharian. Dengan nilai-nilai moral yang tertanam di dalam jiwa anak sejak kecil, anak tidak akan mudah terombang ambing dalam arus pergaulan. Kalupun zaman berubah bersamaan dengan masuknya era globalisasi dimana tata krama dan sopan santun mengalami modifikasi tetapi nilai-nilai inti yang ditanamkan sejak dini akan tetap lestari. Nilai-nilai inilah yang akan membedakan hal baik dari hal kurang baik atau buruk. Nilai-nilai ini akan dijadikan sebagai landasan bagi anak dalam pengambilan keputusan.
b.    Pembinaan mental
Pembinaan mental anak yang berumur 0-12 tahun membutuhkan perhatian khusus. Menurut tokoh perkembangan psykososial Erik Erikson, pembinaan anakl usia 0-12 tahun terbagi menjadi 4 stadium psykososial yang masing-masing melibatkan polaritas permasalahan sendiri. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada usia 0-1 tahun perlu terbentuk kepercayaan dasar pada bayi yang bersumber dari perhatian dan pengertian yang konsisten yang diberikan orang tua atau wali. Pada umur 1-3 tahun perlu terbentuk perasaan mampu otonom pada diri anak, maka dalam stadium ini, orang tua tidak perlu terlalu melindungi anak agar perasaan mampu pada anak berkesempatan tumbuh dan berkembang secara alamiah. Pada umur 3-6 tahun anak amat memerlukan identifikasi dengan tokoh kunci yang sama jenis kelaminnya, dalam hal ini ayah bagi seorang anak laki-laki dan ibu bagi seorang anak perempuan. Sedangkan pada umur 6-12 tahun anak perlu diberi kesempatan untuk mencapai taraf keyakinan bahwa dalam berbagai hal dirinya benar-benar kompeten. Dalam persfektif ini harus kita sadari bahwa pendidikan dan pembinaan fungsi-fungsi di atas benar-benar menjadi tanggung jawab orang tua.
c.     Pembinaan dasar-dasar intelektual
Pendidikan intelektual anak dalam keluarga, adalah proses mengupayakan kesempatan bagi anak, untuk mengaktualisasi diri, karena secara kodrati manusia menunjukkan kecendrungan ke arah aktualisasi diri, yaitu pemekaran bakat-bakat kapasitas dan kreatifitas yang dimiliki secara terus menerus. Bakat dan kreatifitas ini dapat muncul kepermukaan dan teraktualisasi, jika terjadi interaksi antara potensi yang dimiliki, dengan lingkungan yang mampu memberikan perkembangan pertumbuhannya, berupa rangsangan-rangsangan serta iklim yang kondusif yang memudahkan teraktualisasinya bakat dan kreatifitas tersebut. Upaya aktualisasi bakat ini melibatkan pengembangan kognitif, yang dasar-dasarnya adalah pemberian kesempatan kepada anak untuk melakukan eksplorasi dan eksperimentasi. Yang dimaksud dengan kemampuan kognitif di sini adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan berfikir, mengamati, mengingat, menganalisa dan mengungkapkan dalam bentuk pendapat. Menurut ahli psykologis perkembangan Jean Piaget fungsi kognitif intelektual ini merupakan inti pembentukan keperibadian manusiawi. Dalam perspektif demikian, pendidikan dalam keluarga diharapkan mampu memberikan kondisi yang kondusif bagi kegiatan eksplorasi dan eksperimental anak, sehingga pembentukan kepribdian manusiawi yang matang secara kognitif intelektual lebih dimungkinkan.
       Lebih jauh lagi, peran masyarakat luas baik secara pribadi maupun melalui lembaga-lembaga sosial misalnya LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) hendaknya juga memberikan sumbangsih demi kemajuan dunia pendidikan yakni, dengan melakukan kontrol sosial, menjaga nama baik guru dan sekolah, memberikan dukungan terhadap kelengkapan sarana dan prasarana di sekolah dengan melahirkan sifat demawan untuk memberikan sumbangan materil demi kemajuan dan kualitas sekolah.

Jika ketiga dimensi yang membangun dunia pendidikan tersebut bergerak dinamis terhadap satu titik yang bernama pendidikan, saling memberikan dukungan dengan bersinergi positif, tentunya akan membawa danpak yang sangat baik terhadap kemajuan dunia pendidikan, sehingga terciptalah lingkungan dan suasana yang kondusif dalam lembaga pendidikan. Kondisi sekolah yang kondusif akan menciptakan suasana belajar yang asyik dan menyenangkan baik bagi guru maupun siswa. Hal ini akan menumbuhkan semangat, aktivitas, dan kreativitas bermutu, serta kesadaran akan pentingnya nilai sebuah pendidikan. Lebih penting lagi, proses pendidikan yang ideal dan berkualitas akan melahirkan SDM-SDM yang andal, memiliki skill dan karakter dinamis untuk menggerakkan roda pembangunan yang berkualitas. Kemajuan suatu wilayah pada dasarnya diukur melalui tingkat pendidikan masyarakatnya, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat di suatu wilayah maka semakin majulah wilayah tersebut. Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan lebih penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan persaingan antarbangsa yang berlangsung sangat ketat. Dengan demikian, pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia merupakan faktor determinan bagi suatu bangsa untuk bisa memenangi kompetisi global



DAFTAR PUSTAKA

Ali Syibromalisi, Faizah . Membina Kader-kader Bangsa Menuju Masyarakat Yang Berkwalitas. www.kmnu.org diambil pada tanggal 28 Oktober 2009 pukul 17.00 WIB
Pujiono, Setyawan. Meningkatkan Kualitas Masyarakat Melalui Pendidikan Sekolah. Yogyakarta:  Universitas Negeri Yogyakarta
Sunny,  Pendidikan yang Berkualitas Modal Kebangkitan Bangsa. ww.googlesyndication.com diambil pada tanggal 28 Oktober 2009 pukul 17.00 WIB
 
Disusun Oleh :
Riza Sativani Hayati      (08304241029)


4 komentar:

Tulis Komentar !!!