Disusun Oleh : Riza Sativani Hayati, dkk
Klasifikasi dari bunga tersebut adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Iridaceae
Genus : Belamcanda
Spesies : Belamcanda chinesis
Nama Lokal : Brojo Lintang
Dalam pembuatan preparat polen bunga ini, metode yang digunakan oleh praktikan adalah metode asetolisis. Asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil amatan morfologi dinding serbuk sari ornamentasi dari serbuk sari tersebut. Serbuk sari yang digunakan dalam pembuatan preparat ini haruslah merupakan serbuk sari yang matang. Serbuk sari yang matang ini dapat ditandai dengan sudah tidak ada air dalam serbuk sari tersebut, jika serbuk sari dipatahkan maka hanya akan seperti tepung saja. Dari serbuk sari bunga Belamcanda chinesisII, kematangan serbuk sari ditandai dengan serbuk sati yang sudah kering dan ringan sehingga mudah terlepas dari anteranya.
Langkah-langkah dari proses asetolisis ini antara lain adalah fiksasi, pemanasan, pencucian, pewarnaan (staining), penutupan (mounting), dan labelling. Langkah pertama yaitu fiksasi serbuk sari. Fiksasi adalah suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan, dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada tempatnya, dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif. Fiksasi umumnya memiliki kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel, sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah mikroskop. Tetapi tidaklah berarti banyak, karena tanpa diwarnai bagian-bagian jaringan tidak akan dapat jelas dibedakan satu sama lain, dan untungnya fiksatif mempunyai kemampuan untuk membuat jaringan mudah menerap zat warna. Dari proses fiksasi ini, fiksatif diharapkan akan :
1. Menghentikan proses metabolisme dengan cepat
2. Mengawetkan elemen sitologis dan histologis
3. Mengawetkan bentuk yang sebenarnya
4. Mengeraskan atau memberi konsistensi material yang lunak biasanjya secara koagulasi, dari protoplasma dan material-material yang dibentuk oleh protoplasma
Ada dua macam fiksatif, yaitu fiksatif sederhana dan majemuk atau campuran. Fiksatif sederhana merupakan larutan yang di dalamnya hanya mengandung satu macam zat saja, sedangkan fiksatif majemuk atau campuran adalah larutan yang di dalamnya mengandung lebih adri satu macam zat. Fiksatif yang digunakan serbuk sari dalam pembuatan preparat ini ada satu bahan utama yaitu asam asetat glasial dan satu bahan tambahan, yaitu H2SO4 (asam sulfat) pekat. Kedua fiksatif tersebut termasuk dalam fiksatif sederhana. Asam asetat adalah cairan yang tidak berwarna dengan bau yang tajam. Sedangkan asama asetat glasial adalah asam asetat yang padat dan murni serta dapat mencair pada suhu 117°C. Asam asetat dapat bercampur dengan alkohol dan air. Fiksatif ini dibuat dengan jalan distilasi dari kayu dalam ruang hampa udara. Hasil distilasi ini adalah piroligneous, dimana piroligneous ini adalah campuran yang mengandung asam asetat yang kemudian asam asetat ini kemudian dipisahkan dari campurannya.
Dalam pembuatan preparat serbuk sari ini, praktikan menggunakan botol vloken untuk fiksasi. Serbuk sari bunga Belamcanda chinesis yang lengket dan melekat erat dengan anteranya ini dimasukkan dalam botol vloken yang sudah berisi asam asetat glasial. Asam asetat glasial yang digunakan sebanyak setengah botol vloken yang dipakai untuk fiksasi, hal ini berdasarkan literatur yang mengatakan banyaknya larutan fiksatif yang digunakan minimal sepuluh kali volume jaringan. Setelah serbuk sari dimasukkan dalam asam asetat glasial, selanjutnya fiksatif dibiarkan 24 jam di dalam suhu ruang.
Asam asetat dapat mengendapkan nukleoprotein, tetapi melarutkan histon dalam nukleus, tidak melarutkan lemak, juga bukan pengawet karbohidrat. Daya penetrasinya cepat, tetapi dapat membengkakkan jaringan, ini disebabkan oleh bertambahnya diameter serabut-serabut dalam jaringan tersebut. Asam asetat memiliki dua fungsi dalam sitologi, yaitu mencegah pengerasan dan mengeraskan kromosom. Dalam konsentrasi tinggi, asam asetat dapat menghancurkan mitokondria dan apparatus golgi.
Setelah fiksasi minimal 24 jam, selanjutnya yang dilakukan adalah centrifuge serbuk sari dan fiksatif dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Tujuan dari centrifuge ini adalah memisahkan serbuksari dan asam asetat glacial, karena serbuk sari berukuran kecil dan bercampur dengan asam asetat glacial sehingga serbuk sari susah untuk diambil, maka diperlukan centrifuge. Dari hasil centrifuge ini akan terbentuk supernatan asam asetat dan endapan serbuk sari. Asam asetat kemudian dibuang, sehingga didapatkan serbuk sari yang mengendap di dasar tabung centrifuge saja. Pembuangan asam asetat ini perlu kehati-hatian agar serbuk sari yang mengendap di dasar tabung tidak menyebar kembali dalam larutan asam asetat dan akan ikut terbuang.
Langkah selanjutnya adalah menambahkan larutan campuran antara H2SO4 pekat dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1 : 9 pada tabung centrifuge yang berisi endapan serbuk sari. Penambahan larutan kemudian diikuti dengan pemanasan campuran larutan tersebut di dalam waterbath (penangas air) di atas lampu spiritus. Pemanasan ini dilakukan hingga air dalam penangas mendidih. Pemanasan larutan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari. Sedangkan penambahan H2SO4 dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:9 ini berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari (asetolisis), sehingga setelah dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas dibandingkan dengan sebelum asetolisis. Selain itu, asetolisis ini juga berfungsi seperti proses fiksasi, yaitu memelihara atau mempertahankan struktur dari serbuk sari.
Setelah pemanasan dalam waterbath selesai, serbuk sari dalam larutan akan berubah warna menjadi agak kecoklatan. Serbuk sari dan larutan yang dipanaskan ini kemudian didinginkan sejenak. Setelah dingin, langkah selanjutnya adalah melakukan centrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang telah terasetolisis, memisahkannya dari larutan asam asetat glasial dan H2SO4 pekat. Centrifuge dilakukan selama 10 menit dan dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil centrifuge adalah supernatan di bagian atas tabung centrifuge, yaitu larutan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat serta endapan di dasar tabung, yaitu serbuk sari yang telah terasetolisis. Supernatan kemudian dibuang secara hati-hati agar serbuk sari kyang sudah mengendap tidak menyebar kembali kedalam larutan dan ikut terbuang.
Langkah selanjutnya adalah pencucian serbuk sari dengan aquadest sebanyak dua kali. Pencucian dilakukan dengan penambahan aquadesh ke dalam tabung centrifuge yang berisi serbuk sari kemudian melakukan centrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang sudah bersih. Perlakuan tersebut dilakukan dua kali untuk mendapatkan serbuk sari yang bersih tanpa ada sisa zat kimia seperti fiksatif dalam serbuk sari yang akan dibuat preparat.
Setelah pencucian, tahap berikutnya adalah pewarnaan (staining) dengan menggunakan safranin 1 %. Tujuan utama dari pewarnaan adalah untuk meningkatkan kontras warna serbuk sari dengan sekitarnya sehingga memudahkan dalam pengamatan serbuk sari doi bawah mikroskop. Pewarnaan dapat memperjelas bentuk ornamen dinding sel serbuk sati serta mempermudah mengetahui ukuran serbuk sari. Safranin adalah suatu chlorida dan zat warna basa yang kuat. Zat warna ini tergolong dalam zat warna golongan azine, yaitu zat warna yang mengandung cincin orthoquinonoid yang dihubungkan dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom N. Sebenarnya, zat warna ini akan mewarnai dengan sangat baik bila jaringan difiksasi dengan larutan fleming. Dalm pembuatan preparat serbuk sari, pewarnaan serbuk sari menggunakan safranin hasilnyas lebih baik. Walaupun safranin sering digunakan dalam kegiatan praktikum ada kendala yang dihadapi yaitu harga safranin yang mahal, mudah rusak, dan sulit dalam penyimpanan. Selain harga yang mahal safranin juga memiliki kelemahan diantaranya adalah tidak mudah dalam penggunaannya dan sangat lambat dalam proses pewarnaannya. Dalam proses pewarnaan, safranin dilarutkan dalam sedikit aquades, hal ini masih dilakukan dalam tabung centrifuge. Setelah pewarnaan serbuk sari, kemudian dilakukan centrifuge kembali yang ditujukan untuk mendapatkan serbuk sari yang terwarnai dengan memisahkannya dengan larutan safranin dan aquades. Centrifuge dilakukan selama 10 menit dan dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil dari sentriufuge adalah supernatan berupa larutan safranin dan aquadesh yang selanjutnya dibuang dan endapan berupa serbuk sari di dasar tabung yang selanjutnya digunakan untuk pembuatan preparat serbuk sari.
Langkah selanjutnya setelah pewarnaan adalah mounting. Mounting atau penutupan ini merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat, dimana serbuk sari diambil dari dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan pada salah satu sisi object glass. Kemudian, di masing-masing sisi dari serbuk sari yang diletakkan ini disusun empat potongan kecil parafin. Selanjutnya di atas serbuk sari diletakkan potongan lembaran gliserin jelli. Susunan tersebut perlu dipertimbangkan peletakannya agar dapat dihasilkan preparat yang rapi dan proporsional. Setelah penyusunan gliserin jelli, parafin, dan serbuk sari selesai, langkah berikutnya dalam mounting adalah penutupan susunan tersebut dengan cover glass.
Setelah cover glass diletakkan secara benar di atas susunan tersebut, maka dilakukan pemanasan. Pemanasan ditujukan untuk mencairkan parafin dan gliserin jelli agar dapat menutup serbuk sari, sehingga dihasilkanlah preparat serbuk sari yang tahan dalam selang beberapa waktu. Pemanasan ini dilakukan dengan melalukan object glass dengan susunan gliserin jelli, parafin, serbuk sari, dan cover glassnya di atas lampu spiritus secara perlahan dan hati-hati. Untuk melalukan glass object ini harus dilakukan secara hati-hati dan tidak boleh terlalu lam agar diperoleh preparat yang baik, karena kalau terlalu lama saat pemanasan, akan timbul gelembung dalam preparat akibat dari mendidihnya gliserin jelli di atas api. Hal ini akan mengganggu pengamatan serbuk sari dari preparat yang dihasilkan. Sehingga hal ini perlu dihindarkan. Dalam penentuan medium yang digunakan dalam mounting preparat serbuk sari ini, harus dipilih yang indeks refraksinya berbeda dari indeks refraksi serbuk sari (1,55-1,60). Gliserin memiliki indeks refraksi 1,4, dan baik digunakan untuk preparat semi permanen.
Langkah terakhir dalam proses pembuatan preparat serbuk sari adalah labelling. Labelling merupakan tindakan pelabelan preparat. Preparat diberikan label dengan kertas label bertuliskan nama preparat, yakni preparat serbuk sari bunga Belamcanda chinesis.
Setelah preparat jadi, dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk mengetahui hasil preparasi dan mengetahui struktur serta ornamentasi dinding serbuk sari dan mengetahui karakteristik lain dari serbuk sari Bunga Belamcanda chinesis. Dari hasil pengamatan di bawah mikroskop yang dilakukan oleh praktikan, nampak bahwa serbuk sari bunga Belamcanda chinesis berbentuk bulat lonjong dan dinding serbuk sari memiliki spina di sepanjang permukaannya. Selain itu di bagian tengah serbuk sari nampak seperti ada garis belahan yang membagi serbuk sari menjadi dua. Setelah dilakukan mikrometri, berdasarkan literatur yang didapatkan, serbuk sari bunga Belamcanda chinesis ini tergolong dalam serbuk sari dengan ukuran yang sangat besar, karena hanya memiliki panjang 120 µm dan lebar 100 µm, walaupun secara kasat mata praktikan menganggap berukuran sangat kecil yang lengket dan menempel pada antera
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pembuatan Slide Preparat Tumbuhan. Diambil dari http://service-mikroskop.blogspot.com/2009/05/pembuatan-slide-preparat-mikroskop.html pada hari Rabu, 5 Januari 2010.
Anonim. Palaeobotani. Diambil dari http://www.scribd.com/merihastuti/ documents pada hari Rabu, 5 Januari 2010.
Anonim. Pembuatan Preparat Mikroskopis dan Awetan. Diambil dari www.google.com pada hari Rabu, 5 Januari 2010.
Anonim. Pembuatan Preparat Mikroskopis dan Awetan (sediaan utuh / wholemount). Diambil dari http://07oneklikbiologi.wordpress.com/ 2010/09/27/pembuatan-preparat-mikrokopis-dan-awetan-sediaan-utuhwholemount/ pada hari Rabu, 5 Januari 2010.
Anonim. Preparat Pollen dan Spora. Diambil dari http://t4q1y4.blog.com/? p=4628201 pada hari Rabu, 5 Januari 2010.
Ratnawati, dkk. 2010. Petunjuk Praktikum Mikroteknik. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY.
Suntoro, Handari. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM.
Susandarini, Ratna. Teknik Preparasi Serbuk Sari Dan Pengamatan Preparat Serbuk Sari. diambil dari http://elisa1.ugm.ac.id/comm_view.php? BIO3107.Paleobotani. pada hari Rabu, 5 Januari 2010.
Zulham. 2010. Dasar-Dasar Memahami Sel dan Jaringan. Diambil dari www.google.com pada hari Rabu, 5 Januari 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentar !!!