Burung tersebar di semua benua, lautan dan hampir seluruh kepulauan. Penetrasi burung – burung tersebut mencapai artik dan antartika termasuk meliputi daerah permukaan laut sampai pegunungan. Dengan mempertimbangkan kemampuan terbang, mereka mempunyai kemampuan penyebaran geografi dan habitat yang luas (Storer, 1961).
Di seluruh kawasan Jawa, jumlah total dari jenis burung yang tercatat adalah 494 jenis, 366 diantaranya adalah jenis penetap dan 128 lainnya sebagai pengunjung/pengembara (migran). Daerah Jawa dan bali mempunyai avifauna yang kaya, terdapat hampir 500 jenis yang mewakili setengah dari suku burung di dunia (MacKinnon, 1993). Sebanyak 24 jenis merupakan endemik Jawa, 16 jenis terbatas di Jawa, 1 jenis terdapat di Bali dan 7 jenis terdapat di kedua pulau tersebut.
Burung menempati setiap habitat dari khatulistiwa sampai daerah kutub. Ada burung yang hidup di daerah hutan, padang terbuka, daerah gunung, burung air, burung yang menjelajahi samudra dan ada yang hidup di gua. Burung ditemukan dimana-mana antara lain hutan serta kolam-kolam yang terdapat ikan, serangga dan invertebrate (MacKinnon, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi burung (Berger, 1961 dalam Sukmantoro, 1995) yaitu :
a) Waktu dan Geologi
b) Penghalang fisik
c) Mobilitas
d) Kebutuhan akan lingkungan
e) Toleransi ekologi
f) Faktor-faktor psikologis
Burung air (water fowl), yaitu jenis burung yang secara ekologis keberadaannya bergantung pada lahan basah (wetland). Jumlah burung air yang ada di seluruh dunia tercatat 32 famili yang terdiri dari 833 jenis, dan Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah jenis burung air tertinggi di dunia (Wibowo et al., 1996). Rose & Scott (1997) secara terperinci menggolongkan 184 jenis burung air yang terdapat di Indonesia di dalam 20 famili, diantaranya adalah Scolopacidae dan Charadriidae.
MacKinnon (1995) dalam buku panduan lapangan identifikasi burung, menyatakan bahwa famili Scolopacidae dan Charadriidae sebagai kelompok burung air lokal dan sebagian besar di antaranya merupakan kalompok burung air migran.
MacKinnon (1995) dalam buku panduan lapangan identifikasi burung, menyatakan bahwa famili Scolopacidae dan Charadriidae sebagai kelompok burung air lokal dan sebagian besar di antaranya merupakan kalompok burung air migran.
Burung air migran merupakan jenis burung air yang melakukan migrasi setiap musim atau tahunan secara rutin. Hayman et al. (1988) menyatakan bahwa kelompok burung air merupakan burung-burung jenis wader yang secara rutin melakukan migrasi. Kepulauan Indonesia dengan panjang garis pantai + 81.000 km merupakan garis pantai yang cukup panjang dan memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup burung air, terutama burung air migran (Kusmana, 1996). Alikondra (1993) juga menambahkan bahwa beberapa jenis burung air migran tiap tahunnya secara periodik memanfaatkan sebagian wilayah pesisir Indonesia sebagai habitat sementara.
Beberapa jenis burung tinggal di daerah-daerah tertentu, tetapi banyak jenis yang bermigrasi secara teratur dari suatu daerah ke daerah yang lain sesuai dengan perubahan musim. Migrasi umumnya antara bagian Utara dan Selatan bumi yang disebut Latitudinal. Pada musim panas burung-burung bergerak atau tinggal di daerah sedang dan daerah- daerah sub artik dimana terdapat fasilitas-fasilitas untuk makan dan bersarang, serta kembali ke daerah tropik untuk beristirahat selama musim salju. Beberapa spesies burung melakukan migrasi altitudinal yaitu ke daerah-daerah pegunungan selama musim salju dan ini terdapat di Amerika Utara bagian Barat (Murad, 1993).
Luas pergerakan dan jarak tempuh burung berbeda pada setiap jenis. Beberapa jenis menempati teritori yang kecil serta tetap dan lambat berpencar untuk menempati daerah baru. Jenis lain mempunyai ruang lingkup pergerakan yang lebih luas.
Burung termasuk salah satu dari satwa yang melakukan migrasi. Hal ini ditunjang oleh kondisi morfologi yang memungkinkan burung lebih mudah melakukan migrasi bila dibandingkan dengan satwa lainnya. Kata migrasi diturunkan dari kata migrat (Latin) yang berarti pergi dari satu tempat ke tempat lain atau juga bermakna bepergian ke berbagai tempat (Peterson, 1986). Migrasi dalam kehidupan hewan dapat didefinisikan sebagai pergerakan musiman yang dilakukan secara terus menerus dari satu tempat ke tempat lain dan kembali ke tempat semula, biasanya dilakukan dalam dua musim yang meliputi datang dan kembali ke daerah perkembangbiakan (Alikondra, 1990).
Migrasi pada burung telah diketahui secara intensif sejak 50-60 tahun yang lalu (Alikondra,1993). Diperkirakan burung mulai bermigrasi pada waktu yang sama setiap tahun. Keberangkatan burung untuk bermigrasi tampaknya ditentukan oleh pengaruh interaksi kompleks dari berbagai rangsangan luar (termasuk cuaca) dan penanggalan biologis yang memungkinkan burung mengetahui perubahan musim (Peterson, 1986).
Peristiwa migrasi burung itu sendiri terjadi dalam siklus yang hampir rutin. Jika kita mengamati siklus migrasi di jalur migrasi Asia Timur, maka burung air migran ini berbiak di Asia Utara saat belahan bumi utara mengalami musim panas, dan mengalami perjalanan jauh ke belahan bumi selatan pada saat mulai mendekati musim dingin di belahan bumi utara. Mereka terbang melintasi banyak negara di Asia Timur pada bulan Agustus- November dan tinggal untuk sementara di belahan bumi selatan yang lebih hangat iklimnya. Mereka tinggal kurang lebih 8 bulan sebelum kembali ke utara yang sudah mulai hangat kembali di bulan Maret-Mei untuk berbiak (Rudyanto, 1996).
Berikut merupakan beberapa faktor pendorong burung untuk melakukan migrasi :
1. Aktivitas kelenjar endokrin
Diperkirakan burung mulai bermigrasi pada waktu yang sama setiap tahun. Keberangkatan burung untuk bermigrasi tampaknya ditentukan oleh pengaruh interaksi kompleks dari berbagai rangsangan luar (termasuk cuaca) dan penanggalan biologis yang memungkinkan burung mengetahui perubahan musim. Di antara penanggalan biologis tersebut terdapat kelenjar endokrin, alat yang dapat merangsang burung jantan untuk bernyanyi dan burung betina untuk bertelur. Burung mengalami perubahan biologis berhubungan dengan reproduksi di saat sebelum dan sesudah musim bersarang, sehingga kelenjar endokrin menjadi sangat aktif. Dalam periode inilah kebanyakan burung bermigrasi. Dengan demikian kegiatan periodik kelenjar endokrin tampaknya merupakan salah satu penyebab burung memulai perjalanan panjangnya.
2. Pertambahan Populasi, dengan dampak :
a. Kompetisi dalam mendapatkan makanan dan air
Penyebab migrasi yang lain erat kaitannya dengan penambahan populasi baru. Ledakan populasi akibat menetasnya anak burung menyebabkan tuntutan makanan dalam jumlah besar secara tiba-tiba, tetapi hal ini bersifat sementara. Keadaan ini menyebabkan burung terbang ke daerah musim semi untuk memenuhi kebutuhan makanan berlimpah yang juga bersifat sementara (Peterson, 1986). Penanggalan biologis yang diatur oleh rangsangan dari luar dapat menyiapkan burung untuk bermigrasi, tetapi saat yang paling tepat untuk memulai migrasi ditentukan oleh cuaca.
b. Kompetisi dalam mendapatkan ruang tinggal.
Pertambahan populasi juga menyebabkan dampak yang bersifat permanen, seperti perebutan ruang tinggal atau daerah kekuasaan. Hal ini juga akan semakin potensial terjadi jika pada daerah itu terdapat banyak spesies yang saling berkompetisi.
3. Perubahan cuaca atau iklim
Menurunnya kualitas dan kualitas sumber hidup (makanan, air, ruang) juga dapat disebabkan oleh pengaruh perubahan cuaca yang sangat signifikan, misalnya musim panas yang menyebabkan keringnya sumber air, berkurangnya tumbuhan penyedia nutrisi, dan rusaknya habitat akibat kebakaran hutan dll. Namun kadang musim panas justru dimanfaatkan untuk msa perkembangbiakan. Sehingga memicu burung untuk bermigrasi dan pengaruhnya tergantung pada jenis masing-masing burung. Faktor cuaca ini terutama berlaku di daerah iklim subtropis, sedang, dan kutub.
Ada beberapa organ burung yang terlibat dalam proses selama migrasi, diantara adalah sebagai berikut :
1. Sayap
2. Kelenjar endokrin
3. Organ pendengaran
4. Sistem reseptor magnetik
Banyak faktor yang dapat memungkinkan keberangkatan, tetapi migrasi jarak jauh biasanya menunggu kondisi terbang yang baik. Burung memerlukan angin yang sesuai agar dapat membantu pergerakan selama perjalanan. Banyak burung-burung migran berjuang dalam keadaan yang paling tidak aman untuk mencapai tujuannya (Peterson, 1986). Selama penerbangan jauh yang berbahaya dari tempat asal ke tempat tujuan, burung menggunakan berbagai macam kemampuan untuk menentukan arahnya. Burung dapat menentukan arah terbangnya dengan tepat dalam berbagai keadaan, seperti siang hari, malam hari, cuaca mendung, maupun cuaca berkabut. Pedoman utama yang dijadikan patokan arah oleh burung selama terbang bermigrasi adalah kompas matahari pada siang hari dan pola bintang pada malam hari. Selain itu pedoman lain yang dipakai adalah penglihatan visual, tanda magnet bumi, indera penciuman dan rasa, kemampuan untuk mendeteksi variasi gravitasi, dan gaya Coriolis (Mead, 1983).
Burung-burung dalam melakukan migrasi dapat mencapai jarak tempuh yang sangat jauh sehingga memerlukan energi yang cukup, dan biasanya disimpan dalam bentuk lemak. Semisal jenis Warbler yang mempunyai persediaan lemak sebanyak 12 gr, cukup untuk terbang selama 105-115 jam (Alikondra, 1993). Burung ini pada umumnya berhenti untuk beristirahat dan mencari makan di suatu tempat dalam beberapa saat guna mendapatkan cadangan makanan berupa lemak sebagai bekal untuk meneruskan perjalanan ke tempat tujuan.
Di antara penanggalan biologis tersebut terdapat kelenjar endokrin, alat yang dapat merangsang burung jantan untuk bernyanyi dan burung betina untuk bertelur. Burung mengalami perubahan biologis berhubungan dengan reproduksi di saat sebelum dan sesudah musim bersarang, sehingga kelenjar endokrin menjadi sangat aktif. Dalam periode inilah kebanyakan burung bermigrasi (Peterson, 1986).
Dengan demikian kegiatan periodik kelenjar endokrin tampaknya merupakan salah satu penyebab burung memulai perjalanan panjangnya. Penyebab migrasi yang lain erat kaitannya dengan penambahan populasi baru. Ledakan populasi akibat menetasnya anak burung menyebabkan tuntutan makanan dalam jumlah besar secara tiba-tiba, tetapi hal ini bersifat sementara. Keadaan ini menyebabkan burung terbang ke daerah musim semi untuk memenuhi kebutuhan makanan berlimpah yang juga bersifat sementara (Peterson, 1986).
Penanggalan biologis yang diatur oleh rangsangan dari luar dapat menyiapkan burung untuk bermigrasi, tetapi saat yang paling tepat untuk memulai migrasi ditentukan oleh cuaca. Semua faktor lain dapat memungkinkan keberangkatan, tetapi migrasi jarak jauh biasanya menunggu kondisi terbang yang baik. Burung memerlukan angin yang sesuai agar dapat membantu pergerakan selama perjalanan. Banyak burung-burung migran berjuang dalam keadaan yang paling tidak aman untuk mencapai tujuannya (Peterson, 1986).
Selama penerbangan jauh yang berbahaya dari tempat asal ke tempat tujuan, burung menggunakan berbagai macam kemampuan untuk menentukan arahnya. Burung dapat menentukan arah terbangnya dengan tepat dalam berbagai keadaan, seperti siang hari, malam hari, cuaca mendung, maupun cuaca berkabut. Pedoman utama yang dijadikan patokan arah oleh burung selama terbang bermigrasi adalah kompas matahari pada siang hari dan pola bintang pada malam hari. Selain itu pedoman lain yang dipakai adalah penglihatan visual, tanda magnet bumi, indera penciuman dan rasa, kemampuan untuk mendeteksi variasi gravitasi, dan gaya Coriolis (Mead,1983).
Migrasi merupakan pola adaptasi perilaku yang dilakukan oleh beberapa jenis satwa liar. Migrasi dilakukan jika memang diperlukan. Pola migrasi yang dilakukannyapun berbeda setiap jenis satwa, tergantung pada keadaan, waktu dan berbagai penyebab keadaan yaitu alimental, gametik dan klimatik. (Orr,1970) Alimental merupakan kegiatan makhluk hidup untuk mendapatkan makanan atau bahan –bahan untuk pertumbuhan, sedangkan gametik merupakan pola migrasi yang dilakukan satwa kembali ke daerah perkembangbiakannya dan setelah selesai berreproduksi maka akan bermigrasi secara alimental. Migrasi karena klimatik berhubungan dengan perubahan musim pada bumi belahan utara maupun selatan sehingga menuntut satwa berpindah untuk mempertahankan hidupnya, baik dari dingin maupun panas. Berikut merupakn siklus dari burung migrant pada umumnya:
Migrasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu migrasi musiman dan migrasi harian. Migrasi musiman biasanya berhubungan dengan perubahan iklim. Migrasi ini dapat dilakukan menurut garis lintang, ketinggian tempat maupun secara local, sedangkan migrasi harian disebut juga pergerakan harian karena beberapa satwa liar melakukan pergerakan harian selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sesuai dengan kondisi fisik tubuhnya serta rangsangan-rangsangan dari luar, migrasi burung dapat meliputi berbagai arah. Menurut Alikondra (1993) ada banyak jalur migrasi burung air migran di dunia, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Dari Asia Timur (Siberia, Cina dan Mongolia) setiap tahun dalam musim dingin menuju ke arah Asia Tenggara dan Australia, dan dari Asia Timur setiap musim dingin menuju India.
2. Dari Eropa Utara ke Amerika Selatan.
Jenis-jenis burung air migran merupakan jenis-jenis burung dari ordo Charadriformes yang tergolong dalam 12 famili (Jacanidae, Rostratulidae, Dromadidae, Haematopodidae, Ibidorhynchidae, Recurvirostridae, Burhinidae, Glareolidae, Charadridae, Scolopacidae, Pluviadellidae, dan Thinocoridae (Alikondra, 1993). Di dunia terdapat 214 jenis burung air, dan tidak kurang dari 126 jenis burung air migran bermigrasi melintasi daerah Jawa dan Bali tetapi tidak berkembangbiak pada daerah tersebut. Dari sejumlah jenis tersebut di atas, 46 jenis di antaranya dapat dijumpai di Pulau Jawa (MacKinnon, 1995).
Dalam mengidentifikasi suatu jenis burung, ada beberapa ciri morfologi yang perlu diperhatikan dalam pengamatan, yaitu antara lain:
1. Bentuk
Setiap burung memiliki bentuk paruh, ekor, sayap, kaki, leher yang berbeda dengan yang lainnya. Dan biasanya burung yang memiliki kemiripan bentuk,akan dijadikan satu famili atau suku yang sama.
2. Ukuran
Ukuran mempermudah dalam pengamatan, karena bisa dibandingkan dengan burung yang biasa kita temui.
3. Postur tubuh
Masing-masing burung memiliki postur tubuh yang berbeda. Meskipun dari segi bentuk, ukuran sama, namun terkadang postur tubuh yang membedakannya.
4. Perilaku
Burung memiliki perilaku yang khas, dimana masing-masing jenis memiliki perbedaan. Seperti misalnya melompat-lompat, berjalan, mematuk-matuk, dan lain-lain.
5. Field marks
Setiap burung memiliki pola warna dan tanda-tanda yang khas untuk jenis atau kelompok tertentu. Sehingga, untuk dapat mengetahui dengan baik, harus memahami bagian tubuh dari burung seperti lingkaran mata, setrip mata, jambul, garis mata, pola sayap, garis pada sayap dan tanda pada ekor.
6. Warna
Warna kadang berguna dalam identifikasi. Karena warna burung cenderung berubahah-ubah karena permainan cahayadan sudut pandang pengamat. Perubahan warna juga dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan musim.
Pantai Trisik terletak di Kabupaten
Kulon Progo, tepat di sebelah barat Sungai Progo yang memisahkan Kab. Bantul
dengan Kab. Kulon Progo. Pantai
ini terletak di desa Brosot, kecamatan Galur, kabupaten Kulonprogo, propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai Trisik merupakan objekwisata alam yang belum sepenuhnya tertata
dengan baik. Pantai ini terletak sekitar 60 km arah selatan dari Kota Jogja dan
dapat ditempuh sekitar 1,5 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan
bermotor. Karena posisinya yang berada di dekat muara sungai Progo membuat
kawasan ini sering dikunjungi oleh burung-burung air migran. Di setiap tahun
pada musim-musim migrasi burung air kita dapat menjumpai ratusan sampai ribuan
rombongan burung air yang singgah di kawasan ini. Banyak jenis burung yang menggunakan
Trisik sebagai habitat. Hal ini didukung oleh kawasan Trisik yang menyediakan
berbagai tipe habitat bagi burung. Setidaknya ada ada 5 tipe habitat di Trisik
meliputi tepi pantai, laguna, delta sungai (meliputi sungai dan muara sungai),
persawahan dan kebun campuran. Setiap tipe habitat menyimpan keanekaragaman
jenis burung yang khas dengan karakteristik masing-masing.
Habitat tepi pantai trisik adalah pantai
berpasir dengan tebing pantai yang curam. Gelombang ombak tergolong besar.
Burung-burung yang biasa menghuni adalah seabird dan shorebird. Laguna adalah
genangan air di tepi pantai sebagai akibat dari luapan air sungai, tampungan
air hujan dan pasang surut air laut. Disini hidup berbagai mikroorganisme mulai
dari mikro bentos, zoo bentos, plankton, algae bahkan sampau beberapa jenis
crustaceae. Burung biasa menggunakan lahan ini untuk mencari makan dan
berkembangbiak. Beberapa burung terrestrial juga menggunakan lahan ini untuk
minum.
Berdasarkan pengamatan, muara sekitar
sungai dan daerah aliran sungai merupakan habitat wetland, kawasan berlumpur
khas delta. Beberapa bagian ditumbuhi rerumputan. Delta ini tersusun atas
materi lumpur dan tergenang oleh pasang surut air laut. Di tepi sungai progo
yang mengalir air tawar dan pasang surut air laut yang sedikit payau menjadikan
kawasan ini kaya akan mikroorganisme dan bentos juga beberapa organism khas
intertidal. Tidak mengherankan jika banyak burung yang singgah diarea ini baik
untuk beristirahat maupun mencari makan terutama saat air laut surut.
Burung-burung yang menghuni Trisik
meliputi burung residen yaitu burung yang menetap sepanjang tahun di Trisik dan
burung migrant yang hanya mengunjungi Trisik pada musim-musim tertentu saja. Burung
migrant adalah burung pengunjung dari belahan bumi utara yang pada musim dingin
bermigrasi ke belahan bumi selatan untuk bertahan hidup, menghindari cuaca
ekstrim di Negara asalnya. Burung ini menggunakan habitat untuk mencari makan
dan beristirahat. Burung ini akan kembali ke daerah asalnya untuk berkembangbiak
dan mengasuh anak-anaknya. Keberadaan burung migrant di Trisik menjadi sangat
penting karena habitat trisik telah menyumbang kontribusi yang penting untuk
kelestarian keanekaragaman burung dunia. Beberapa jenis burung migrant yang
biasa dijumpai di Trisik diantaranya Trinil pantai, Trinil pembalik batu,
Trinil semak, Trinil kaki hijau, Kedidi leher merah, Kedidi golgol, Kedidi besar,
Kedidi putih, Cerek kalung kecil, Cerek pasir Mongolia, Cerek pasir besar,
Cerek kernyut, Birulaut ekor hitam, Gajahan pengala dan Kaki rumbai kecil.
Beberapa jenis yang baru-baru ini teramati adalah Biru laut
ekor blorok, Kedidi merah, Cerek asia dan Kaki rumbai merah. Catatan ini
menjadi penting karena beberapa jenis diantaranya bukan pengunjung yang lazim
di Pulau Jawa.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2009. Pengamatan
Burung Migran di Blok Kajang dan Blok Gatel. Balai Taman Nasional Baluran
Anonim. 1998. Species
Inventory Fundamental. Resources Inventory Committee.
Anonim. 2007. Daftar Burung
Indonesia No.2. Ornithologist’s Union.
Bibby, C. Jones, M. And Maesden, S. 2000. Expedition Field Techiques Bird Survey. Bird Life International.
Dunn, E.H, et.all. 2006. Monitoring
Bird Populationin Small Geographic Areas. Canada Minister of Environment.
McKinnon, J, et.all. 2000. Burung-Burung
Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan. Birdlife International.
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Arenaria_interpres.html diakses pada tanggal 7 November 2010 9:56
a.m.
http://birdsinbackyards.net/species/Arenaria-interpres
diakses pada tanggal 7 November 2010 11:05 a.m.
http://kabarburungkibc.wordpress.com/
http://sdakotabirds.com/species/ruddy_turnstone_info.htm
diakses pada tanggal 7 November 2010 10:35 a.m.
may i know 'DAFTAR PUSTAKA' for Rudyanto 1996?or maybe the title for that paper. i'm undergraduate student, doing final year research. Please. really need it... desperately
BalasHapus