Rabu, 26 Januari 2011

SEKOLAH BERTARAF INTERNATIONAL (SBI) DAN RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNATIONAL (RSBI)


1.      Pengantar
Di Indonesia ada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Dalam UU SPN Tahun 2003 pasal 35 maupun dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 ada pengkatagorian sekolah berdasarkan berbagai  kriteria sekolah yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diamanatkan bahwa kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia mencakup standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
Pengkategorian pendidikan dasar dan menengah di Indonesia menurut UU 20/2003 dan PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 11 dan 16:
a.    Sekolah formal standar (sekolah potensial/rintisan)
b.    Sekolah formal mandiri (Sekolah Standar Nasional (SSN))
c.    Sekolah bertaraf internasional (SBI)

Berikut merupakan bagan  pengkatagorian sekolah di Indonesia :

(Dit. Jen. Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah; 2007)
Sekolah potensial, yaitu sekolah yang masih relatif banyak kekurangan/kelemahan untuk memenuhi kriteria sekolah yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UUSPN Tahun 2003 pasal 35 maupun dalam PP Nomor 19 Tahun 2005. Ditegaskan dalam penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 dan 3 bahwa kategori sekolah potensial adalah sekolah yang belum memenuhi (masih jauh) dari SNP.
Sekolah standar nasional (SSN)  adalah sekolah yang sudah atau hampir memenuhi SNP, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Sedangkan Sekolah bertaraf internasional selanjutnya disingkat SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.

2.      Pengertian Sekolah Bertaraf International (SBI)
Menurut data Education Development Index (EDI) yang diterbitkan UNESCO pada 2007, peringkat Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 58 menjadi peringkat 62 dari antara 130 negara.  Skor EDI Indonesia adalah 0,935 yang lebih rendah daripada Malaysia (0,945) dan Brunei Darusalam (0,965). Hal ini mendorong para penanggungjawab dan pelaku pendidikan di Indonesia untuk berupaya mendesain berbagai program dan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan ke arah yang lebih baik. (Anonim; 2010)
Salah satu kebijakan pemerintah pusat dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia adalah penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) [Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003  pasal 50 ayat (3) dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 pasal 61 ayat (1)]. Kebijakan SBI diharapkan dapat menjadi faktor pendorong bagi Pemerintah Pusat dan Daerah (Propinsi dan Kabupaten) guna meningkatkan kualitas sekolah-sekolah di Indonesia.
Di Indonesia, sekolah bertaraf internasional diawali dengan didirikannya sekolah-sekolah yang disiapkan khusus untuk menampung siswa-siwa asing, yang orangtuanya bekerja sebagai diplomat asing ataupun bekerja di perusahaan-perusahaan multinasional seperti Jakarta Internasional School (JIS), yang didirikan tahun 1951. Sejak itu, mulai bermunculan berbagai sekolah bertaraf/berstandar internasional di Indonesia, baik yang didirikan oleh kantor-kantor Kedutaan Besar asing maupun oleh lembaga-lembaga swasta (domestik dan asing) yang bergerak di bidang pendidikan. (Anonim; 2010)
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional mendefinikan SBI sebagai satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu Negara anggota OECD dan atau negara maju lainnya (X), yang dirumuskan :
SNP + X
Organisation for Economic Co-Operation and Development yang selanjutnya disingkat OECD adalah organisasi internasional yang tujuannya membantu pemerintahan negara anggotanya untuk menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. Sedangkan negara maju lainnya adalah negara yang tidak termasuk dalam keanggotaan OECD tetapi memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan tertentu. (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah)
Walapun berbagai peraturan terkait SBI telah diterbitkan, namun belum ada panduan operasional yang jelas untuk mencapai standar tersebut. Dibangunnya faktor ’X’ oleh masing-masing SBI yang ada di Indonesia mengakibatkan sistem dan model yang dianut oleh masing-masing sekolah jadi berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, yang akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan dan lulusan yang tidak seragam.
Saat ini di seluruh Indonesia sudah terdapat puluhan bahkan ratusan sekolah bertaraf internasional dengan menggunakan sistem yang berbeda-beda. Kurang lebih ada 3 (tiga) sistem yang paling banyak digunakan oleh sekolah-sekolah bertaraf internasional di Indonesia yaitu Internasional Baccalaureate (IB), Cambridge, dan Australian Curriculum(Anonim; 2010)

3.      Badan Hukum Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a.       UU No. 20/2003 (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 50 ayat 3, yakni:“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
b.      UU No. 32/2004 (Pemerintahan Daerah)
c.       PP No.19/2005 (Standar Nasional Pendidikan)
d.      PP No 38/2007 (Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota)
e.       PP No. 48/2008 (Pendanaan Pendidikan)
f.        PP No. 17/2010 (Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan)
g.       Permendiknas No. 63/2009 (Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan)
h.       Permendiknas No. 78/2009 (Penyelenggaraan SBI pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah)
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)

4.      Latar Belakang Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a.       Pada tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu yayasan dengan menggunakan identitas internasional tetapi tidak jelas kualitas dan standarnya;
b.      Banyak orang tua yang mampu secara ekonomi memilih menyekolahkan anaknya ke Luar Negeri;
c.       Perlunya membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan (center of excellence) pendidikan;
d.      Sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu pengakuan secara internasional terhadap kualitas proses, dan hasil pendidikannya.
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)

5.      Tujuan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Tujuan penyelenggaraan SBI  berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan
Dasar Dan Menengah adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki :
a.       kompetensi sesuai standar kompetensi lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD ataun negara maju lainnya
b.      daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan menampilkan keunggulan lokal ditingkat internasional
c.       kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibuktikan dengan perolehan medali emas, perak, perunggu dan bentuk penghargaan internasional lainnya
d.      kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan sekolah menengah kejuruan
e.       kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris (skor TOEFL Test > 7,5) dalam skala internet based test bagi SMA, skor TOEIC 450 bagi SMK), dan/atau bahasa asing lainnya
f.        kemampuan berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup
g.       kemampuan menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara professional.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 2)

6.      Proses Menuju Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a.       Sekolah harus menenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
1)   standar isi;
2)   Standar proses;
3)   Standar kompetensi lulusan;
4)   Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
5)   Standar sarana dan prasarana;
6)   Standar pengelolaan;
7)   Standar pembiayaan; dan
8)   Standar penilaian pendidikan
b.      Sekolah yang memenuhi standar minimal SNP diberikan pendampingan, pembimbingan, penguatan, dalam bentuk Rintisan SBI (RSBI)
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)

7.      Kriteria Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
No.
Parameter
Persyaratan
1.
Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Harus Sudah Terpenuhi
2.
Guru
Min S2/S3: 10% (SD), 20% (SMP), 30% (SMA/K)
3.
Kepala Sekolah
Min S2 dan mampu berbahasa asing secara aktif
4.
Akreditasi
A (95)
5.
Sarana Prasarana
Berbasis TIK
6.
Kurikulum
KTSP diperkaya dengan kurikulum dari negara maju, penerapan SKS pada
SMA/SMK
7.
Pembelajaran
Berbasis TIK, dan bilingual (mulai kelas 4 SD), sister school dengan sekolah dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya
8.
Manajemen
Berbasis TIK; ISO 9001 dan ISO 14000
9.
Evaluasi
Menerapkan model UN dan diperkaya dengan sistem ujian internasional (Negara
Maju dan atau negara lain yang memiliki keunggulan tertentu)
10.
Lulusan
Memiliki daya saing internasional dalam melanjutkan pendidikan dan bekerja (SMK)
11.
Kultur Sekolah
Terjaminnya Pendidikan Karakter, Bebas Bullying, Demokratis, Partisipatif
12.
Pembiayaan
APBN, APBD dan boleh memungut biaya dari masyarakat atas dasar RAPBS
yang akuntabel
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009



8. Jenjang Menuju Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Menuju Sekolah Bertaraf Internasional, harus ada tahapan menjadi sekolah Standar Nasional (SSN) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional terlebih dahulu. Setiap tahapan harus memenuhi beberapa persyaratan yang berlaku sebagai berikut :



Selain hal yang telah disebutkan di atas, ada beberapa program dan kegiatan yang harus dilakukan oleh sebuah sekolah untuk menuju Sekolah Berstandar Internasional (SBI), seperti yang disebutkan berikut ini :
a.    Mempersiapkan kurikulum yang mengacu pada kurikulum negara maju
b.    Meningkatkan kualitas proses pembelajaran
c.    Melatih guru dalam pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran
d.    Meningkatkan kompetensi dan kualifikasi guru
e.    Mendapatkan pendampingan dari Tenaga Ahli
f.      Menjalin sister school
g.    Meningkatkan kemampuan guru dalam berbahasa internasional
h.    Menerapkan Sistem Manajemen Mutu (ISO)
i.      Menyelenggarakan pelatihan leadership untuk Kepala Sekolah
j.      Melengkapi sarana sekolah
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
9.      Standar Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a.       Umum
SBI pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diselenggarakan setelah memenuhi seluruh 8 (delapan) unsur SNP yang diperkaya dengan standar pendidikan negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
b.      Kurikulum
1)   Kurikulum SBI disusun berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang diperkaya dengan standar dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2)   SBI menerapkan satuan kredit semester (SKS) untuk SMP, SMA, dan SMK
c.       Proses Pembelajaran
1)   SBI melaksanakan standar proses yang diperkaya dengan model proses pembelajaran di negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2)   Proses pembelajaran sebagaimana dimaksud ayat (1) menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan kontekstual.
3)   SBI dapat menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang digunakan dalam forum internasional bagi mata pelajaran tertentu.
4)   Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia.
5)   Penggunaan bahasa pengantar bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimulai dari kelas IV untuk SD.
d.      Pendidik dan Tenaga Kependidikan
1)        Pendidik SBI memenuhi standar pendidik yang diperkaya dengan standar pendidik sekolah dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2)        Seluruh pendidik mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
3)        Pendidik mampu mengajar dalam bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang digunakan dalam forum internasional bagi mata pelajaran/bidang studi tertentu, kecuali Bahasa Indonesia, endidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal.
4)         SD bertaraf internasional memiliki paling sedikit 10% pendidik yang berpendidikan S2 atau S3 pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) dan/atau berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan mata pelajaran yang diampu dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi.
5)         SMP bertaraf internasional memiliki paling sedikit 20% pendidik yang berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan bidang studi yang diampu dari perguruan tinggi yang program studinya sudah terakreditasi.
6)         SMA dan SMK bertaraf internasional memiliki paling sedikit 30% pendidik yang berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan bidang studi yang diampu dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi.
7)        Pendidik mata pelajaran kejuruan pada SMK harus memiliki sertifikat kompetensi dari lembaga sertifikasi kompetensi, dunia usaha/industri, asosiasi profesi yang diakui secara nasional atau internasional.
8)        Pendidik memiliki skor TOEFL ≥ 7,5 atau yang setara atau bahasa asing lainnya yang ditetapkan sebagai bahasa pengantar pembelajaran pada SBI yang bersangkutan.
9)        SBI dapat memperkerjakan pendidik warga negara asing apabila tidak ada pendidik warga negara Indonesia yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk mengampu mata pelajaran/bidang studi tertentu.
10)    Pendidik warga negara asing paling banyak 30% dari keseluruhan pendidik.
11)    Pendidik warga negara asing harus mampu berbahasa Indonesia dengan baik.
12)    Tenaga kependidikan SBI sekurang-kurangnya meliputi kepala sekolah, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga administrasi, tenaga kebersihan, dan tenaga keamanan.
13)    Tenaga kependidikan SBI memenuhi standar tenaga kependidikan yang diperkaya dengan standar tenaga kependidikan sekolah di negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
14)    Kepala sekolah wajib :
a.         berkewarganegaraan Indonesia;
b)        berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi atau dari perguruan tinggi negara lain yang diakui setara S2 di Indonesia;
c)        telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah;
a.         mampu berbahasa Inggris, dan/atau bahasa asing lainnya secara aktif;
b.        memiliki skor TOEFL ≥ 7,5 atau bahasa asing lainnya secara aktif;
c.         memiliki jiwa kewirausahaan;
d)        kemampuan di bidang manajemen, organisasi, dan kepemimpinan pendidikan
e)        serta kewirausahaan;
f)          mampu membangun jejaring internasional;
g)        kemampuan mengoperasikan komputer/teknologi informasi dan komunikasi
h)    untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya; dan
i)      kemampuan mengembangkan rencana pengembangan sekolah
j)     (RPS)/rencana kerja sekolah (RKS) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
e.       Sarana dan Prasarana
1)   SBI memenuhi standar sarana dan prasarana yang diperkaya dengan standar sarana dan prasarana pendidikan dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2)   Setiap ruang kelas SBI dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK.
3)   SBI memiliki perpustakaan yang dilengkapi dengan sarana digital yang
4)   memberikan akses ke sumber pembelajaran di seluruh dunia (e-library).
5)   SBI memiliki ruang dan fasilitas untuk mendukung pengembangan profesionalisme guru.
6)   SBI melengkapi sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan peserta didik untuk mengembangkan potensinya dibidang akademik dan non-akademik.
f.        Pengelolaan
Pengelolaan SBI harus :
1)        memenuhi standar pengelolaan yang diperkaya dengan standar pengelolaan sekolah di negara anggota OECD atau negara maju lainnya
2)        menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 dan ISO 14000 versi terakhir;
3)        menjalin kemitraan dengan sekolah unggul di dalam negeri dan/atau di negara maju;
4)        mempersiapkan peserta didik yang diharapkan mampu meraih prestasi tingkat nasional dan/atau internasional pada aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni; dan
5)        menerapkan sistem administrasi sekolah berbasis teknologi informasi dan komunikasi pada 8 (delapan) standar nasional pendidikan.
6)        Pengelolaan SBI pada SD, SMP, SMA, dan SMK dapat diselenggarakan secara :
a)        satu sistem-satu atap
b)        satu sistem tidak-satu atap
c)        beda sistem tidak-satu atap
7)         Model terpadu-satu sistem-satu atap dilaksanakan dalam satu atap dilaksanakan dalam satu lokasi dengan menggunakan sistem pengelolaan pendidikan yang sama.
8)        Model terpisah-satu sistem-tidak satu atap dilaksanakan dalam lokasi yang berbeda atau terpisah dengan menggunakan sistem pengelolaan pendidikan yang sama.
9)        Model terpisah-beda sistem-tidak satu atap dilaksanakan di lokasi yang berbeda (terpisah) dengan sistem pengelolaan pendidikan yang berbeda.
10)    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan model SBI diatur dalam peraturan tersendiri.
g.       Pembiayaan
1)        Biaya penyelenggaraan SBI memenuhi standar pembiayaan pendidikan dan menerapkan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.
2)        Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat sesuai dengan kewenangannya berkewajiban membiayai penyelenggaraan SBI.
3)        SBI dapat memungut biaya pendidikan untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar pembiayaan yang didasarkan pada RPS/RKS dan RKAS.
4)        Pemerintah dapat menyediakan bantuan dana sarana dan prasarana, pendidik, dan tenaga kependidikan serta bantuan lainnya untuk keperluan penyelenggaraan SBI yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah atau Masyarakat
5)        Pemerintah provinsi dapat menyediakan bantuan dana, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan serta bantuan lainnya untuk keperluan penyelenggaraan SBI yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah kabupaten/kota, atau masyarakat.
6)        Pemerintah kabupaten/kota dapat menyediakan bantuan dana, sarana dan prasarana, pendidik, dan tenaga kependidikan serta bantuan lainnya untuk keperluan penyelenggaraan SBI yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, atau masyarakat.
7)        Masyarakat dapat menyediakan bantuan dana, sarana dan prasarana, pendidik, dan tenaga kependidikan serta bantuan lainnya untuk keperluan penyelenggaraan SBI yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.
8)        Bantuan pada SBI dituangkan dalam dan digunakan sesuai dengan rencana pengembangan sekolah/rencana kerja sekolah, rencana kegiatan, dan anggaran sekolah.
9)        Bantuan pada SBI dapat dihentikan apabila sekolah yang bersangkutan tidak menunjukkan kinerja yang sesuai dengan tujuan penyelenggaraan SBI
10)    Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan penyelenggaraan SBI berpedoman pada prinsip efisiensi, efektivitas, keterbukaan dan akuntabilitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
11)    Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dalam pembiayaan penyelenggaraan SBI dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Indonesia dan memperoleh hasil audit akuntan publik dengan predikat wajar tanpa pengecualian
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 13-14)
Secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut :
Sumber Biaya
Penggunaan
APBN
Untuk biaya operasional dalam rangka pengembangan kapasitas untuk menuju standar kualitas SBI
1.Proses Pembelajaran (30%)
2.Sarana penunjang PBM (25%)
3.Manajemen Maksimal 20%
4.Subsidi siswa miskin dan kesiswaan (25%)
APBD
Prov/Kab/Kota
Untuk biaya investasi dan biaya operasional rutin
Masyarakat dan
atau Orang Tua
Biaya investasi dan operasional untuk menutup kekurangan biaya dari APBN dan APBD untuk menuju standar kualitas SBI
(Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
Berikut merupakan rincian dana terendah dan tertinggi yang dibebankan oleh orangtua sesuai aturan Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas tahun 2009 :
Komponen
Biaya
SD
(Rp)
SMP
(Rp)
SMA
(Rp)
SMK
(Rp)
SPP per Bulan
Biaya Terendah
0
0
0
0
Biaya Tertinggi
150.000
600.000
450.000
250.000
Sumbangan Sukarela (Pertama Masuk)
Biaya Terendah
0
0
0
0
Biaya Tertinggi
1.000.000
12.500.000
15.000.000
2.700.000
  (Dikjend Man.Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas : 2009)
h.       Penilaian
1)   SBI menerapkan standar penilaian yang diperkaya dengan sistem penilaian pendidikan sekolah unggul di negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2)   SBI menerapkan model penilaian otentik dan mengembangkan model penilaian berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
3)   Peserta didik SBI wajib mengikuti ujian nasional.
4)   SBI melaksanakan ujian sekolah yang mengacu pada kurikulum satuan pendidikan yang bersangkutan.
5)   SBI dapat melaksanakan ujian sekolah sebagaimana dimaksud dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya.
6)   SBI dapat memfasilitasi peserta didiknya untuk mengakses sertifikasi yang diakui secara internasional dan/atau mengikuti ujian akhir sekolah yang sederajat dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 3-15)

10.  Peserta Didik Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a.       Penerimaan siswa baru SBI pada sekolah dilaksanakan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :
1)        SD
i.      Akte kelahiran;
ii.     Tes kecerdasan di atas rata-rata Tes Intelegensi Kolektif Indonesia
iii.   (TIKI) dan/atau tes potensi akademik;
iv.   Tes minat dan bakat;
v.    Surat keterangan sehat dari dokter;
vi.   Kesediaan membayar pungutan untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar pembiayaan pendidikan kecuali bagi peserta didik dari orang tua yang tidak mampu secara ekonomi.
2)      SMP
                                                     i.     Nilai rata-rata rapor SD Kelas IV sampai Kelas VI minimal 7,5;
                                                    ii.     Nilai rata-rata ijazah SD minimal 7,5;
                                                  iii.     Tes kecerdasan di atas rata-rata Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI) dan/atau tes potensi akademik;
                                                  iv.     Tes minat dan bakat;
                                                   v.     Surat keterangan sehat dari dokter; dan
                                                  vi.     Kesediaan membayar pungutan untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar pembiayaan pendidikan kecuali bagi peserta didik dari orang tua yang tidak mampu secara ekonomi.
3)      SMA/SMK
i.           Nilai rata-rata rapor SMP Kelas VII sampai Kelas IX minimal 7,5;
ii.         Nilai rata-rata ijazah SMP minimal 7,5;
iii.        Tes kecerdasan di atas rata-rata Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI) dan/atau tes potensi akademik;
iv.       Tes minat dan bakat;
v.         Tes bahasa Inggris;
vi.       Tes kemampuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
vii.      Surat keterangan sehat dari dokter; dan Kesediaan membayar pungutan untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar pembiayaan pendidikan kecuali bagi peserta didik dari orang tua yang tidak mampu secara ekonomi.
b.      SBI wajib mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik warga negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi tetapi kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20% dari jumlah seluruh peserta didik.
c.       Pembinaan peserta didik dimaksudkan untuk mengembangkan potensinya secara maksimal, baik potensi akademik maupun non akademik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.      Pola pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur dan tidak terstruktur, dan pengembangan diri.
e.       Peserta didik yang telah menyelesaikan program pendidikan dan lulus ujian nasional serta ujian sekolah yang diselenggarakan oleh SBI memperoleh ijazah.
f.        Peserta didik SMK yang telah menyelesaikan program pendidikan kejuruan dan lulus ujian yang diselenggarakan oleh SBI diberi ijazah dan sertifikat kompetensi internasional sesuai kompetensi keahlian internasional yang dicapai.
g.       Peserta didik yang mengikuti dan lulus sertifikasi dari lembaga yang diakui secara internasional berhak memperoleh sertifikat yang diakui secara internasional.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal16,17, dan 18)


11.  Kultur Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a.       SBI mengembangkan lingkungan sekolah yang bersih, tertib, indah, rindang, aman, sehat, bebas asap rokok dan narkoba, bebas budaya kekerasan, dan berbudaya akhlak mulia.
b.      Proses pendidikan berpusat pada pengembangan peserta didik, lingkungan belajar yang kondusif, penekanan pada pembelajaran, profesionalisme, harapan tinggi, keunggulan, respek terhadap setiap individu dan komunitas sosial warga sekolah.
c.       SBI mengembangkan budaya kompetitif dan kolaboratif serta jiwa kewirausahaan yang dilandasi oleh moral dan etika yang tinggi.
d.      SBI membangun kultur yang mengarah pada peningkatan kemampuan di bidang bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, dan budaya lintas bangsa.
e.       Penyelenggaraan SBI dilaksanakan dengan menjalin kerja sama bidang akademik dan non-akademik dengan satuan pendidikan setara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya.
f.        Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk :
1)   meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan dasar atau pendidikan menengah; dan
2)   memperluas jaringan kemitraan untuk kepentingan satuan pendidikan
g.       Kerja sama akademik dan non-akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk :
1)        penyelenggaraan program sekolah kembaran (sister school);
2)        penyelenggaraan program kegiatan perolehan kredit;
3)        penyelenggaraan program transfer kredit;
4)        pertukaran peserta didik;
5)        pertukaran pendidik dan/atau tenaga kependidikan;
6)        pemanfaatan bersama berbagai sumberdaya;
7)        penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler;
8)        pemagangan khusus pendidikan menengah kejuruan;
9)        penyelenggaraan pertemuan ilmiah;
10)    penyelenggaraan program penelitian; dan/atau
11)    penyelenggaraan seminar bersama
h.       Kerja sama pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud dapat dibatalkan, apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Tim Pengendali terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 19)

12.  Kewenangan Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah dalam pasal-pasalnya menyebutkan beberapa hal sebagai berikut :
a.       Pasal 21
1)        Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) SBI.
2)        Dalam hal pemerintah kabupaten/kota tidak mampu menyelenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota bekerja sama dengan pemerintah provinsi.
3)        Dalam hal pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi tidak mampu menyelenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi dan kabupaten/kota bekerja sama dengan Pemerintah.
4)        Masyarakat dapat menyelenggarakan SBI.
5)        Penyelenggaraan SBI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dilakukan setelah memperoleh izin dari Menteri.
b.      Pasal 22
1)   Pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) SD bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat.
2)   Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, maka pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
3)   Pemerintah kabupaten/kota menyerahkan SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf internasional dan yang disiapkan untuk dikembangkan menjadi SBI kepada pemerintah provinsi.
4)   Pemerintah kabupaten/kota menyerahkan 1 (satu) SD untuk dikembangkan menjadi SBI kepada pemerintah provinsi apabila pemerintah kabupaten/kota tidak menyelenggarakan SD bertaraf internasional.
c.       Pasal 23
1)   Pemerintah provinsi memfasilitasi penyelenggarakan SD bertaraf internasional di kabupaten/kota.
2)   Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.    pendanaan investasi;
b.   pendanaan biaya operasional;
c.    penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan; dan
d.   penjaminan mutu.
d.      Pasal 24
1)   Pemerintah provinsi menerima satuan pendidikan yang diserahkan oleh kabupaten/kota atau mendirikan satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi SBI.
2)   Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat di setiap kabupaten/kota di wilayahnya.
3)   Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dipenuhi, maka pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
4)   Pemerintah kabupaten/kota dapat membantu penyelenggaraan SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
e.       Pasal 25
Pemerintah dapat mendirikan satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
f.        Pasal 26
1)   Pemerintah kabupaten/kota merencanakan kebutuhan mengangkat, menempatkan, memutasikan, memberikan kesejahteraan, memberikan penghargaan, memberikan perlindungan, melakukan pembinaan dan pengembangan, dan memberhentikan pendidik dan tenaga kependidikan Pegawai Negeri Sipil pada SD bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi SBI yang diselenggarakan oleh Pemerintah kabupaten/kota.
2)   Pemerintah provinsi merencanakan kebutuhan, mengangkat, menempatkan, memutasikan, memberikan kesejahteraan, memberikan penghargaan, memberikan perlindungan, melakukan pembinaan dan pengembangan, dan memberhentikan pendidik dan tenaga kependidikan Pegawai Negeri Sipil pada SD, SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi SBI yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi.
3)   Pemerintah merencanakan kebutuhan mengangkat, menempatkan, memutasikan, memberikan kesejahteraan, memberikan penghargaan, memberikan perlindungan, melakukan pembinaan dan pengembangan, dan memberhentikan pendidik dan tenaga kependidikan Pegawai Negeri Sipil pada satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
4)   Mutasi kepala sekolah pegawai negeri sipil pada SBI atau yang dikembangkan menjadi SBI harus mendapat izin dari Menteri.
5)   Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dapat menugaskan pendidik Pegawai Negeri Sipil pada SBI atau yang dikembangkan menjadi SBI yang diselenggarakan masyarakat.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah)

13.  Perijinan Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Mengenai perijinan penyelenggaraan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah dalam pasal-pasalnya menyebutkan beberapa hal sebagai berikut :
a.    Pasal 27
Izin penyelenggaraan SBI dapat diberikan oleh Menteri kepada satuan pendidikan yang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
i.           mempunyai hasil studi kelayakan untuk menjadi SBI;
ii.         memperoleh nilai akreditasi A dari BAN-S/M;
iii.        berbadan hukum pendidikan;
iv.       memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan salah satu sekolah di negara anggota OECD atau negara maju lainnya;
v.         telah bekerja sama dengan salah satu satuan pendidikan atau lembaga pendidikan internasional;
vi.       memiliki rencana pengembangan SBI;
vii.      memperoleh rekomendasi pemerintah daerah;
viii.    memiliki sumber pendanaan dari pemerintah atau pemerintah daerah untuk sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dan penyelenggara sekolah untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat; dan
ix.       penyelenggara SBI menjamin kecukupan pendanaan selama 6 (enam) tahun kedepan.
b.      Pasal 28
                                               i.      Untuk memperoleh izin penyelenggaraan SBI dari Menteri, badan hukum pendidikan satuan pendidikan atau badan hukum pendidikan penyelenggara mengajukan usulan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
                                              ii.      Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi bukti persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 huruf i sampai dengan huruf ix.
                                            iii.      Paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah menerima usul rencana penyelenggaraan SBI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Departemen melakukan verifikasi kelayakan penyelenggaraan SBI.
                                            iv.      Paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dilakukan verifikasi, Menteri memberikan izin atau menolak memberikan izin penyelenggaraan SBI.
                                             v.      Verifikasi oleh Departemen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan Tim Pengendali yang ditetapkan oleh Menteri.
                                            vi.      Izin penyelenggaraan SBI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan hanya untuk satu sekolah
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah)

14.  Pengendalian Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Mengenai pengendalian penyelenggaraan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah dalam pasal 29 yang menyebutkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu :
a.       Pengendalian penyelenggaraan SBI dimaksudkan untuk ketercapaian tujuan penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009.
b.      Pengendalian sebagaimana dimaksud ayat di atas meliputi:
                                            i. verifikasi dalam rangka perizinan;
                                           ii. supervisi, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan SBI.
c.    Menteri dapat membentuk Tim Pengendali untuk membantu pelaksanaan pengendalian sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal 29.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah)

15.  Pengawasan Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a.       Pengawasan penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan dasar dan menengah bertaraf internasional mencakup pengawasan akademik dan nonakademik.
b.      Pemerintah melakukan pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada SBI.
c.       Pemerintah provinsi melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada SBI yang menjadi kewenangannya.
d.      Pemerintah kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada SBI yang menjadi kewenangannya.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 30)

16.  Pelaporan dan Tindak Lanjut Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
a.       SBI wajib menyampaikan laporan tertulis tentang penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Sekolah Dinas Pendidikan Provinsi dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
b.      Menteri dapat meminta laporan SBI sesuai dengan kebutuhan.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah)

17.  Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf Internasional sehingga diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Jadi adanya program RSBI ini adalah untuk mencapai SBI. (Anonim, 2009)

Tujuan program RSBI secara umum adalah sebagai berikut :
a.       Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan Nasional dalam Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, PP No.19 tahun 2005 tentang SNP( Standar Nasional Pendidikan), dan UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang menetapkan Tahapan Skala Prioritas Utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1 tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
b.      Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan internasional.
c.       Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.
(Anonim, 2009)
Sedangkan tujuan secara khususnya adalah menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tercantum di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar kompetensi lulusan berciri internasional. Secara umum tujuan dan program-program yang ada di RSBI mengarah menuju Sekolah Berstandar Internasional (SBI), karena program RSBI ini memang khusus dipersiapkan untuk mencapai jenjang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Sebagai contoh, berikut merupakan tahap pengembangan Rintisan SMA Bertaraf Internasional ada 3 tahap, yaitu:
a.       tahap Pengembangan (3 tahun pertama);
b.      tahap Pemberdayaan (2 tahun; tahun ke-4 an 5); dan
c.       tahap Mandiri (tahun ke-6).
(Anonim, 2009)
Pada tahap pengembangan yaitu tahun ke-1 sampai dengan ke-3 sekolah didampingi oleh tenaga dari lembaga professional independent dan/atau lembaga terkait dalam melakukan persiapan, penyusunan dan pengembangan kurikulum, penyiapan SDM, modernaisasi manajemen dan kelembagaan, pembiayaan, serta penyiapan sarana prasarana.
Sedangkan pada tahap pemberdayaan yaitu tehun ke -4 dan ke-5 adalah sekolah melakasanakan dan meningkatkan kualitas hasil yang sudah dikembangkan pada tahap pendampingan, oleh karena itu dalam proses ini hal terpenting adalah dilakukannya refleksi terhadap pelaksanaan kegiatan untuk keperluan penyempurnaan serta realisasi program kemitraan dengan sekolah mitra dalam dan luar Negeri serta lembaga sertifikasi pendidikan internasional.
Pada tahap mandiri pada tahun ke-6 adalah sudah sekolah sudah berubah predikatnya dari rintisan bertaraf internasional (RSBI) menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dengan catatan semua profil yang diharapkan telah tercapai. Sedangkan apabila profil yang diharapkan mulai dari standar isi dan standar kompetensi lulusan, SDM (guru, kepala sekolah, tenaga pendukung), sarana prasarana, penilaian, pengelolaan, pembiayaan, kesiswaan, dan kultur sekolah belum tercapai, maka dimungkinkan suatu sekolah RSBI akan terkena passing-out.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan RSBI, di antaranya adalah sebagai berikut.
a.       Workshop, misalnya: pengembangan kurikulum, pengembangan materi, peningkatan kemampuan bahasa Inggris guru dan siswa;
b.      Rekrutmen guru-guru dan tenaga kependidikan;
b.      Pengiriman guru studi banding atau magang ke sekolah bertaraf internasional luar negeri;
c.       Peningkatan tatakelola melalui benchmarking, dan membangun network dengan salah satu sekolah di luar negeri (sister school);
d.      Menjalin MOU dengan sekolah yang sudah mulai mapan dalam penyelenggaraannya. Upaya ini paling tidak sebagai bentuk lesson study yang secara empirik memiliki berbagai keunggulan.
Perencanaan program RSMABI dituangkan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau School Development and Investment Plan (SDIP) yang mengacu pada Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah Bertaraf Internasional.
a.       Evaluasi Diri
Program RSMABI perlu melakukan evaluasi diri untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing sekolah yaitu dengan membandingkan antara kondisi ideal dengan kondisi nyata di sekolah. Melalui evaluasi diri dapat diketahui kelemahan masing-masing sekolah untuk setiap komponen sekolah. Hasil evaluasi diri digunakan sebagai dasar untuk menyusun RPS atau SDIP yang meliputi Rencana Kerja Jangka Panjang dan Rencana Kerja Tahunan.
b.      Penyusunan dan Pengesahan RPS atau SDIP
RPS atau SDIP yang disusun oleh sekolah bersama dengan komite sekolah diketahui Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi.
Sampai saat ini belum ada aturan yang jelas dan rinci yang secara khusus mengatur pelaksanaan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Akibatnya, terjadi kerancuan pelaksanaan RSBI di berbagai daerah, menyangkut masalah pungutan biaya pada orang tua siswa yang besarnya tidak memiliki standar, dan aturan-aturan lainya. Sementara payung hukum yang ada saat ini hanya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kedua payung itu hanya meyebutkan pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang bertaraf internasional. Akibatnya, terjadi katidakjelasan dalam pelaksanaan program RSBI.
Apakah program ini nantinya akan menjadi sekolah yang eksklusif, dengan biaya tinggi yang hanya mampu dibayar kalangan atas, hanya siswa yang punya otak remerlang yang bisa diterima, dan tidak adanya grand design terkait dengan sistem opersional, outputnya, kemudian dengan alasan tidak atau belum ada undang-undang yang mengaturnya secara jelas dan rinci.
Oleh karena program RSBI ini sudah dijalankan, mestinya harus sudah ada undang-undang yang mengatur secara komprehensif mengenai rintisan sekolah bertaraf internasional, yang mengatur secara rinci, misalnya kualifikasi calon siswa yang masuk, kualitas pembelajaran, kurikulum, sampai hal-hal yang rinci mengenai standar biaya kegiatan belajar mengajar dan sebagainya.
Dengan adanya undang-undang itu, maka masyarakat dapat ikut mengawasi pelaksanaan RSBI secara transparan. Kalaupun belum ada undang-undangnya, karena program ini sudah dijalankan, mestinya harus ada setidaknya peraturan daerah (Perda) dari dari bupati atau walikota, yang berisi koridor-koridor yang jelas sesuai dengan level otonomi daerah tertentu.

18.  Evaluasi Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
a.       Lunturnya nasionalisme siswa
b.      Sekolah yang telah sbi/rsbi belum mampu menerapkan sistem sks
c.       Sumber daya manusia sekolah, terutama siswa dan pendidik belum cukup memilki  kompetensi penguasaan bahasa asing, terutama bahasa inggris
d.      Belum adanya perturan yang jelas untuk memayungi program RSBI, sekolah bertindak secara otonom, terutama masalah penarikan dana yang kurang wajar
e.       RSBI dan SBI telah menciptakan kastanisasi pendidikan. Sebab  sekolah distratifikasi menjadi sekolah reguler, sekolah kategori mandiri (SKM), RSBI, SBI, dan sebagainya. Untuk RSBI dan SBI, hanya anak dari keluarga kaya yang bisa masuk sekolah tersebut karena biaya masuk dan iuran bulannya sangat mahal. Walaupun katanya ada beasiswa untuk keluarga miskin, kenyataannya anak-anak tersebut minder karena lingkungan sekitarnya anak-anak dari keluarga kaya.
f.        Adanya RSBI dan SBI, dianggap melanggar Undang-Undang Dasar 1945 yang diamandemen, terutama Pasal 31 Ayat (3). Ayat tersebut menyatakan, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Dengan adanya kastanisasi pendidikan, yang kurikulum RSBI dan SBI mengadopsi kurikulum dari Luar Negeri, berarti sistem pendidikan kita dapat dianggap telah melanggar UUD 1945
g.       Pemerintah kabupaten/kota perlu membatasi berdirinya rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) pada sekolah-sekolah negeri. Pembatasan itu dilakukan untuk menyesuaikannya kemampuan anggaran suatu daerah sebagai operator RSBI. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mewajibkan suatu kabupaten/kota minimal mempunyai satu RSBI, namun keberadaan sekolah ini perlu dibatasi dengan memperhitungkan kemampuan daerah
h.       Pada beberapa sekolah yang sudah RSBI/SBI, tidak ada bedanya proses pembelajaran  antara kelas biasa dengan kelas RSBI/SBI hanya bahasanya saja.
i.         Pada sekolah RSBI/SBI yang SDM-nya belum siap, bahasa justru menghambat proses pembelajaran
j.        Bahasa pengantar RSBI yang umumnya berorientasi pada bahasa Inggris, cepat atau lambat, akan semakin menggerus bahasa lokal dan bahasa nasional kita, yang akan berujung pada memudarnya kepribadian dan karakter lokal dan nasional manusia Indonesia
k.      Kesalahan konseptual (R)SBI adalah terutama pada penekanannya pada segala hal yang bersifat akademik dengan menafikan segala yang non-akademik. Semua keunggulan yang hendak dicapai oleh program SBI ini adalah keunggulan akademik semata dan tak ada lain. Seolah tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan siswa untuk menjadi seseoarang yang cerdas akademik belaka. Tak ada dibicarakan tentang keunggulan di bidang Seni, Budaya, dan Olahraga. Padahal paradigma keunggulan akademik adalah pandangan yang sudah sangat kuno. Seolah ‘bertaraf internasional’ adalah keunggulan akademik padahal justru Seni, Budaya, dan Olahragalah yang akan lebih mampu mengantarkan kita untuk bersaing dan tampil di dunia internasional.
l.         Kultur elit di RSBI/SBI ini sangat memerlukan perhatian yang lebih dalam pemberian pendidikan moral dan agama siswa, tidak hanya mementingkan masalah akademik saja
(Berbagai Sumber)

19.  Rekomendasi Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
a.       Mewujudkan SBI Berbasis Potensi Lokal
Pada dasarnya, ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan. Kedua aspek tersebut adalah aspek metode dan substansi. Aspek metode berupaya menjawab “bagaimana substansi atau materi pembelajaran ditransmisikan kepada peserta didik?”. Komponen penting dalam aspek ini adalah media pembelajaran ataupun alat bantu proses pembelajaran.
Sekolah yang termasuk kategori SBI adalah sekolah yang dinilai “mampu”, baik dari sisi fisik, maupun SDM-nya. Hal ini tentunya menjadi peluang sekaligus tantangan bagi SDM di SBI untuk mengaktualisasikan kemampuannya memanfaatkan sumber daya lokal dalam proses pembelajarannya. Seorang peserta didik dalam praktiknya jangan sampai mempelajari sesuatu yang berada jauh dari kehidupan kesehariannya namun hal-hal yang sifatnya dekat dengan dirinya justru tidak pernah dibahas dalam kegiatan di sekolahnya. Apabila meminjam istilah Marx (Johnson, 1990), ia menyebutnya fenomena ini sebagai “proses alienasi”, pengasingan peserta didik dengan sesuatu yang sangat dekat dengan dirinya. Jangan sampai peserta didik belajar tentang bunga Raflesia, namun bunga Anggrek yang ada di halaman sekolah tidak pernah dipelajari; jangan sampai peserta didik belajar mendeskripsikan dinginnya suasana di pegunungan, sedangkan ia setiap hari bergelut dengan panasnya suasana pantai.
Aspek kedua adalah aspek substansi mata pelajaran. Substansi ini meliputi isi atau materi pelajaran yang diberikan kepada peserta didik. Sama halnya dengan aspek pertama, aspek kedua ini juga mengharuskan guru untuk memanfaatkan potensi lokal atau memasukkan potensi lokal dalam materi pembelajaran di SBI.
b.      Aspek pemerataan kesempatan dalam SBI harus mendapat perhatian. Hal ini dimaksudkan agar SBI tidak beraifat eksklusif, namun semua individu dari berbagai kelas sosial dapat menikmati fasilitas ini.
c.        Keberadaan SBI jangan sampai sekedar simbol status bagi pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya, seperti guru, orang tua serta peserta didik. Aspek pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan juga harus diperhatikan.
d.      SDM di SBI harus mampu memanfaatkan potensi lokal yang ada di sekitar sekolah, sehingga peserta didik peka terhadap kondisi alam dan sosial di sekitarnya.
e.       Harus ada beberapa batasan mengenai konsep “standar internasional”, artinya tidak semua komponen proses pembelajaran menggunakan standar internasional, sehingga identitas asli masyarakat tidak terkikis.
(Nanang Martono, 2009)


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Kerangka Acuan Kerja Seminar dan Workshop Internasionalisasi Pendidikan dan Prospeknya di Indonesia. Salatiga: Yayasan Bina Darma dan PSKTI Universitas Kristen Satya Wacana.
Anonim. 2007. Panduan Pembinaan Sekolah Potensial Menjadi SSN. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dirjen Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan SMA. 2008. Panduan Penyelenggaran Program SMA Rintisan Bertaraf Internasional. Depdiknas. 
Kementrian Pendidikan Nasional. 2009. Sekolah Bertaraf Internasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional.
Nanang, Martono. 2009. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi Khusus Volume 15 Oktober 2009 UPAYA MEWUJUDKAN SEKOLAH BERSTANDAR INTERNASIONAL BERBASIS POTENSI LOKAL. Purwokerto: Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Jenderal Soedirman.

http://edukasi.kompas.com/read/2010/07/22/09472391/ diakses tanggal 9 Desember 2010 pukul 17.15

http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=66589V diakses tanggal  9 Desember 2010 pukul 17.15









6 komentar:

  1. Punya daftar RSBI/SBI?

    BalasHapus
  2. maksudnya sekolah yang sbi/rsbi ? atau gmana ? klu yang lingkup jogja jateng, lihat saja di sikap.uny.ac.id

    BalasHapus
  3. kalau penegrtian tentang sekolah berstandard international ada?

    BalasHapus
  4. Bagaimana pendidikan dalam RSBI / SBI itu bisa merambah pada pendidikan pesantren ?

    BalasHapus
  5. @ Ahmad : Bisa banget, sekarang sudah banyak berkembang sekolah bertaraf internasional dengan sistem pendidikan islaminya, contoh SDIT, SMPIT, dan SMAIT (Islam Terpadu) Lukman Al Hakim Jogja sudah bertaraf internasional, di dalmnya juga menekankan pendidikan islam-nya..

    BalasHapus
  6. @ anonim : pengertian sekolah interrnasional sudah dijelaskan di atas...

    BalasHapus

Tulis Komentar !!!