Minggu, 16 Mei 2010

EKOSISTEM MANGROVE


Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantainya selalu tergenang air. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Kata mangrove adalah kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (Macneae 1968 dalam Anonim 2009). Adapun dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang – surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Nybakken (1988) mengatakan bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropic yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis.
Faktor abiotik dari hutan mangrove meliputi faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia, seperti di bawah ini :


a.       Tanah
Tanah mangrove Tahura Ngurah Rai ini merupakan tanah alluvial yang dibawa sebagai sedimen dan diendapkan oleh sungai dan laut. Tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai pasir (sand), lumpur/debu halus (silt) dan lempung/tanah liat (clay). Tanah disusun oleh ketiganya dengan komposisi berbeda-beda, sedangkan lumpur (mud) merupakan campuran dari lumpur halus dan lempung yang keduanya kaya bahan organik (detritus).
b.      Derajat Keasaman (pH)
Adanya kalsium dari cangkang moluska dan karang lepas pantai menyebabkan air di ekosistem mangrove bersifat alkali. Namun tanah mangrove bersifat netral hingga sedikit asam karena aktivitas bakteri pereduksi belerang dan adanya sedimentasi tanah lempung yang asam.
c.       Oksigen
Berbeda dengan tanah kering, lumpur hampir tidak memiliki rongga udara untuk menyerap oksigen, sehingga beberapa tumbuhan membentuk metode yang luar biasa untuk menyerap oksigen, seperti menumbuhkan akar pasak, akar lutut, akar penyangga, dan akar papan ke atas permukaan lumpur untuk memperolehn oksigen.
d.      Sinar, Suhu, dan Kelembapan
Kondisi di atas dataran lumpur terbuka dan di bawah kanopi hutan sangat berbeda. Dataran lumpur yang tersinari matahari langsung pada saat laut surut di siang hari menjadi sangat panas dan memantulkan cahaya, sedangkan permukaan tanah di bawah kanopi hutan mangrove terlindung dari sinar matahari dan tetap sejuk. Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak lebih dari 5°C dan suhu udara rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20°C. Tingkat kelembaban hutan mangrove lebih kering dari pada hutan tropis pada umumnya karena adanya angin.
e.       Salinitas
Karena masih berada di bawah pengaruh air laut, maka hutan mangrove memilki salinitas yang cukup tinggi. Air payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt.
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :
1.    Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas :
a.    bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora, misalnya Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp. untuk mengambil oksigen dari udara
b.    bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel, misalnya Rhyzophora spp.
2.    Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :
a.    Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.
b.    Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.
c.    Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3.    Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Menurut Hutching dan Saenger (1987) telah diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang 80 spesies. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit (Soemodihardjo et al, 1993 dalam Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Buku II).
Flora mangrove dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Chapman, 1984), yaitu
a.    Flora mangrove inti, yakni flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove, contoh : Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone.
b.    Flora mangrove peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi juga flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan lain, contoh: Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littorelis, Hibiscus tiliaceus, dan lain-lain.
Sedangkan Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :
a.    Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.
b.    Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.
c.    Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.
Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :
a.    Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan.
b.    Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase.
c.    Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam.
d.    Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia.
e.    Pasokan dan aliran air tawar Berdasarkan jenis-jenis pohon yang dominan, komunitas mangrove di Indonesia dapat berupa konsosiasi atau asosiasi (tegakan campuran). Ada sekitar lima konsosiasi yang ditekuman di hutan mangrove di Indonesia, yaitu konsosiasi Avicennia, konsosiasi Rhizophora, konsosiasi Sonneratia, konsosiasi Bruguiera, dan konsosiasi nipa. Dalam hal asosiasi di hutan mangrove di Indonesia, asosiasi antara Bruguiera spp. dan Rhizophora spp. sering ditemukan, terutama di zona terdalam. Dari segi keanekaragaman jenis, zona transisi (peralihan antara hutan mangrove dan hutan rawa) merupakan zona dengan jenis yang beragam yang terdiri atas jenis-jenis mangrove yang khas dan tidak khas habitat mangrove. Secara umum, sesuai dengan kondisi habitat lokal, tipe komunitas (berdasarkan jenis pohon dominan) mangrove di Indonesia berbeda suatu tempat ke tempat lain dengan  variasi ketebalan dari beberapa puluh meter sampai beberapa kilometer dari garis pantai.
Hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak. Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptilia dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat
(terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Fauna darat, misalnya kera ekor panjang (Macaca spp.), Biawak (Varanus salvator), berbagai jenis burung, dan lain-lain. Sedangkan fauna laut didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura. Secara garis besar, ekosistem mangrove menyediakan lima tipe habitat bagi fauna, yakni :
a.    Tajuk pohon yang dihuni oleh berbagai jenis burung, mamalia dan serangga.
b.    Lobang pada cabang dan genangan air pada cagak antara batang dan cabang yang merupakan habitat untuk serangga (terutama nyamuk)
c.    Permukaan tanah sebagai habitat keong/kerang dan ikan glodok.
d.    Lobang permanen dan semi permanen di dalam tanah sebagai habitat kepiting dan katak.
e.    Saluran-saluran air sebagai habitat buaya dan ikan/udang.
Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian :
1.    Fungsi ekonomis, yang terdiri atas :
a.    Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu, tiang/pancang)
b.    Hasil bukan kayu (Hasil hutan ikutan (non kayu) dan Lahan (Ecotourisme dan lahan budidaya))
2.    Fungsi ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya:
a.    Sebagai proteksi dan abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang.
b.    Pengendalian instrusi air laut
c.    Habitat berbagai jenis fauna
d.    Sebagai tempat mencari, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang
e.    Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi
f.      Pengontrol penyakit malaria
g.    Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air)

2 komentar:

  1. gambar mangovenya mana nich... biar tulisannya cantik kayak penulisnya (latar aja cantik.. apalagi yg sebenarnya)

    BalasHapus
  2. Gambar sebenarnya cukup banyak, karna terlalu banyak jadi proses uploadnya butuh waktu yang banyak juga...

    BalasHapus

Tulis Komentar !!!