Senin, 15 Oktober 2012

REFLEKSI 5 KULIAH FILSAFAT ILMU: Memahami Para Dewa


Oleh:
Riza Sativani Hayati, NIM. 12708251080, PPs Pendidikan Sains Kelas D


Perkuliahan kelima Filsafat Ilmu dari Dr. Marsigit adalah mengenai transendensi yang diambil dari “The Critique of Pure Reason” oleh Immanuel Kant. Dr Marsigit menjelaskan melalui logika “Para Dewa”.
Guru adalah dewa bagi siswanya,
Dosen adalah dewa bagi mahasiswanya,
Mahasiswa senior adalah dewa bagi mahasiswa junionya,
Ibu adalah dewa bagi anak-anaknya,
Kita adalah dewa bagi diri kita sendiri,
Bahkan koruptor pun adalah dewa.
Dewa adalah dia yang memiliki dimensi lebih tinggi, meliputi yang ada dan yang mungkin ada, subjek dari semua objeknya. Dewa memiliki bahasa dewa untuk berkomunikasi, itulah yang menyebabkan kita sulit berkomunikasi dengan dewa. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu memahami bahasa dewa. Ibaratnya jika kita adalah seorang guru, kita adalah dewa bagi siswa kita, siswa kita akan susah memahami bahasa kita. Oleh karena itu sangat diperlukan menggunakan bahasa yang tepat untuk siswa kita. Jangan salahkan siswa kita jika mereka tidak faham materi yang kita jelaskan. Introspeksi bahasa yang digunakan guru sangatlah penting. Namun disamping itu salah juga kita jika siswa tidak memahami bahwa kita adalah dewa bagi mereka. Begitu pula dengan koruptor. Koruptor susah untuk ditangkap karena mereka memiliki bahas sendiri yang kita sebagai orang awam belum memahami bahasanya. Oleh karena itu diperlukan orang yang juga dewa untuk menangkapnya, yakni orang yang berilmu, mau berperang tanpa putus asa, dan berdoa sebagai pedangnya.  
Masing-masing dewa harus memiliki kebijakan dalam memandang pengikutnya, begitu pula para pengikut dewa harus memiliki kebijakan dalam memandang dewanya. Berusaha saling memahami bahasa yang digunakan dan bersikap bijak atas apa yang disampaikan. Sehingga tercipta kenyamanan diantara para dewa dan pengikutnya.

Pertanyaan:
1.    Dr Marsigit mengatakan bahwa kita sebagai guru salah jika siswa kita tidak memahami kita sebagai dewa, apakah maksud Bapak kita sebagai guru senantiasa menempatkan diri kita di atas siswa atau sekedar memiliki wibawa di depan siswa saja?
2.    Dari beberapa elegi, Bapak menggunakan kata-kata transenden. Apakah arti transenden itu sebenarnya? Apakah transenden dapat diartikan sebagai penguasa, yang berkuasa atas sesuatu, atau pikiran yang menguasai?

Senin, 08 Oktober 2012

REFLEKSI 4 KULIAH FILSAFAT ILMU: Menggapai Perubahan Diri dan Enggan Menjadi Bayang-Bayang


Disusun Oleh:
Riza Sativani Hayati / NIM . 12708251080/ PPs Pendidikan Sains/Kelas D


Perkuliahan filsafat ilmu yang keempat ini memberikan refleksi dua hal, yakni mengenai berubah dan determinism. Poin yang pertama, yaitu berubah, mengapa Dr Marsigit menyampaikan mengenai pentingnya kita berubah salah satunya adalah karena mahasiswa terlalu meremehkan membaca elegi, bahkan dikatakan bahwa orang yang tidak mau memahami elegi, yang tidak mau mengubah kebiasaannya bagaikan menuju kematiannya (dalam filsafat). Mengapa Dr Marsigit memberikan metode belajar bagi mahasiswa berupa membaca elegi mungkin banyak sekali manfaat yang akan didaptkan jika kita mau memaksimalkan itu, antara lain menambah pemahaman filsafat, manajemen waktu yang baik, mau mendengar pendapat orang lain, mampu berpikir kritis, respect dan up date dengan permasalahan pendidikan Indonesia, dan mengetahui hakekat kita hidup. Mengapa hanya dengan membaca elegi kita bisa memiliki manajemen waktu yang baik? Jelas jawabannya karena kita memiliki lebih dari 300 elegi yang harus kita baca dan berikan komentar selama satu semester. Hal ini membuat kita harus pintar-pintar memenejemen waktu kita. Mengapa hanya dengan membaca elegi kita memiliki sifat mau mendengar pendapat orang lain? Karena dalam elegi Dr Marsigit banyak mengungkapkan pendapat dari Dr. Marsigit yang mungkin belum tentu sesuai dengan pendapat kita, sehingga kita juga mendengarkan dan menerima pendapat mereka. Mengapa hanya dengan membaca elegi kita bisa lebih memahami filsafat, mampu berpikir kritis, respect dan up date dengan permasalahan pendidikan Indonesia, dan mengetahui hakekat kita hidup? Karena dari elegi Dr Marsigit diungkapkan permasalahan, berita up date, dan kondisi pendidikan dan Indonesia dari sudut pandang filsafat dan kita diminta untuk memberikan komentar, sehingga hal ini menuntut kita untuk erfikir kritis. Dari manfaat yang bisa kita dapatkan dari membaca elegi ini, mungkin akan memberikan kita motivasi untuk berubah, berubah mampu mengalahkan keegoisan dan kemalasan diri kita sendiri untuk mau membaca elegi.
Pernahkah kita menjadi bayang-bayang orang lain? Poin kedua yang disampaikan Dr Marsigit adalah mengenai determinasi, determinasi dari kata to determine yakni menjatuhkan sifat kepada orang lain atau objek lain. Determinasi ini ada dua, yakni determinasi positif dan negatif, determinasi positif adalah determinasi yang memberlakukan sifat menjatuhkan sifat positif pada objek, sehingga memiliki dampak positif bagi objek yang dijatuhi sifat tersebut sedangkan determinasi negatif adalah determinasi yang menjatuhkan sifat negatif pada objek sehingga memiliki dampak negatif bagi objek yang dijatuhi sifat tersebut. Di dunia ini, determinasi absolut adalah milik Allah, akan tetapi kita senantiasa menjadi bayang-bayang orang lain. Contoh determinasi negatif yang dekat dengan kita sebagai pendidik misalnya adalah “guru menutupi siswa”. Sebagai  guru seringkali kita menutupi potensi siswa dengan menjatuhkan sifat yang negatif pada anak tersebut, contoh: “kamu siswa nakal, siswa malas, anak kecil” atau bahkan banyak guru yang memberikan perlawanan fisik kepada siswanya. Dengan kita menjatuhkan sifat negative kepada siswa seperti itu akan membuat siswa menjadi negative thinking pada dirinya sendiri, mereka jadi berfikir “aku malas, aku nakal, aku anak kecil”. Guru senantiasa menutupi siswa dengan bayang-bayangnya. Hal ini akan semakin membuat siswa nyaman dengan predikat negative yang dia sematkan sendiri yang asalnya dari determinasi kita. Bahkan Dr Marsigit menjelaskan bahaya determinasi “jika itu determinasi kecil akan merugikan, jika besar akan membunuh”. Lebih bahaya lagi ketika yang dideterminasi tidak menyadarinya. Namun determinasi ini juga dapat dilakukan manakala muncul dari antitesis determinasi objek dengan diri objek tersebut. Seperti yang dicontohkan Dr Marsigit, beliau melakukan determinasi kepada mahasiswa “kamu malas” atau “kamu menuju kematian secara filsafat”, hal ini muncul karena mahasiswa yang memang merasa malas untuk membaca elegi. Namun memang hal ini kurang bijak, oleh karena itu untuk mengurangi dampak determinasai atau solusi mencegah determinasi adalah dengan komunikasi. Komunikasi yang seperti apa yang harus dilakukan? Yakni komunikasi yang terjemah dan menterjemahkan, tidak hanya satu arah dan satu sudut pandang, tapi saling mendengarkan apa yang menjadi maksud masing-masing pihak. Sebenarnya tidak menyalahkan guru pun siswa sudah determin terhadap dirinya sendiri dan sesungguhnya siswa adalah cermin dari gurunya, bahkan guru memiliki dimensi yang lebih tinggi atau wadah lebih luas, oleh karena itu perlu kita memperbaiki diri kita terlebih dahulu.
Lalu bagaimana dengan determinasi positive? Determinasi positive memberikan dampak positive bagi objek yang dijatuhi sifat. Guru akan menjadi lebih bijak jika melakukan determinasi positive terhadap siswanya, misalnya “kamu siswa pintar, cerdas, kritis”. Hal tersebut akan menjadikan siswa positive thinking dan menjudge dirinya pintar, cerdas, dan kritis, sehingga siswa senantiasa termotivasi untuk berusaha menjadi pintar, cerdas, dan berfikir kritis.
Dari refleksi perkuliahan filsafat ilmu keempat ini semoga kita senantiasa termotivasi untuk berubah, semakin ikhlas dalam belajar filsafat melalui memahami elegi dan senantiasa mengurangi determinasi negatif dan meningkatkan determinasi positif, baik determinasi terhadap diri sendiri atau determinasi terhadap orang lain, terutama kepada siswa kita. 

Senin, 01 Oktober 2012

REFLEKSI 3 KULIAH FILSAFAT ILMU: Menelusuri Aliran Filsafat dari Sungai Hingga Lautan Dalam dan Lepas



Disusun Oleh:
Riza Sativani Hayati
(PPs. Pendidikan Sains Kelas D NIM. 12708251080)

Filsafat adalah ilmu yang mengalir, itulah yang disampaikan Bapak Dr Marsigit dalam perkuliahan ketiga. Filsafat mengalir dari pegunungan yang memiliki sungai hingga ke lautan dalam, itulah penggambaran perkembangan filsafat mulai dari ZamanYunani Kuno sampai Zaman Modern atau Power Now. Berikut penggambaran lengkapnya, dari Zaman Yunani Kuno, terdapat dua gunung yaitu Peremidas dan Hevahlite, gunung itu memiliki sungai yang bernama Socrates, dari sungai itu mengalir ke sungai Skepticism dalam gunung Plato yang Idealis dan Aristoteles yang realistis hingga berada pada Abad Gelap. Dari sungai-sungai tersebut, aliran deras terus mengalir menuju sungai besar Rene D yang Rasionalism Analitic dan sungai Empiris. Dari sungai-sunagi besar itu mengalir terus secara deras dan bermuara di lautan dangkal Immanuel Kant yang Synthetic. Dari lautan ini  terdapat endapan berupa delta A Posteriori dan A Priori. Dari lautan dangkal tersebut filsafat terus mengalir ke lautan yang lebih dalam yakni lautan August Comte melewati aliran Neo Pos. Dari lautan tersebut filsafat terus mengalir dan bermuara di lautan dalam dan lepas yakni Contemporer Power Now yang di dalamnya terdapat arus-arus Pragmatism, Utilizism, Capitalism, Humanism, dan Hedonism. Itulah aliran filasafat mulai dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern Power Now yang digambarkan mengalir dari aliran sungai di pegunungan hingga lautan dalam dan lepas.
Jika dilihat dari perjalanan aliran filsafat di atas dan beberapa artikel yang telah saya baca, terdapat beberapa tahapan perkembangan filsafat, berikut merupakan ciri-ciri dari masing-masing tahapan:
1.    Filsafat Yunani
a.       Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah seputar pertanyaan hakikat kehidupan
b.      Pertanyaan tentang asal-usul alam (Heraklitos: api, Thales: air)
c.       Pertanyaan asal-usul manusia (Aristoteles, Plato)
d.      Berkembang konsep kebenaran (konsep relativitas: Protagoras, konsep objektivitas: Socrates)
2.    Filsafat Abad Pertengahan
a.       Fisafat abad pertengahan bercampur dengan keyakinan agama
b.      Tuhan dijadikan sebagai pijakan dalam setiap penjelajahan filsafat
c.       Impikasinya terlihat pada kurang berkembangnya rasio
d.      Filsafat yang dikembangkan adalah filsafat ketuhanan
e.       Tokoh-tokoh: Thomas Acquinas dan Santo Agustinus
3.    Filsafat Modern
a.       Sebagai konsekuensi berkembangnya pemikiran manusia, pemikiran manusia mulai merambah ke seluruh aspek kehidupan manusia
b.      Berkembangnya ilmu pengetahuan dengan pesat
c.       Perkembangan ilmu didukung pula oleh revolusi industri di Inggris
d.      Fisuf yang terkenal pada zaman ini: Descrates, John Locke, Immanuel Kant
4.    Filsafat Posmodern
a.       Sebagai reaksi dari berkembangnya pemikiran filsafat modern
b.      Pemikiran posmodern mengkritisi logosentrisme filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrumen utama
c.       Filsafat posmodern berkembang dalam dua jalur, yaitu filsafat holistik dan dekonstruksi
Dari perjalanan aliran tersebut sebenarnya terdapat peran dari Fisafat Islam untuk perkembangan aliran filsafat setelah Zaman Yunani Kuno sampai sebelum Zaman Modern. Berikut ini akan saya jabarkan lebih detail mengenail Filsafat Islam dan aliran Filsafat Islam yang muncul dari umat muslim dalam perkembangan aliran filsafat.
Dari hasil membaca suatu artikel di internet, filsafat Islam saya rasa mengambil tempat yang istimewa dalam perkembangan filsafat. Sebab dilihat dari sejarah, para filosof dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat (Yunani). Dari artikl tersebut disebutkan terdapat pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat tersebut menyatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Dengan demikian filsafat Islam sebagai mata rantai yang menghubungkan Yunani dengan Eropa modern. Kecenderungan ini disebut europosentris yang berpendapat filsafat Islam telah berakhir sejak kematian Ibn Rusyd. Menurut Kartanegara (2006) dalam Filsafat Ilmu dan Metode Riset Normal yang diambil dari www.google.com, dalam Filsafat Islam ada empat aliran yakni:
1.    Peripatetik (memutar atau berkeliling) merujuk kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau epistimologis adalah menggunakan logika formal yang berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta penekanan yang kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni: Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibn Rusyd, dan Nashir al Din Thusi.
2.    Aliran Iluminasionis (Israqi). Didirikan oleh pemikir Iran, Suhrawardi Al Maqtul. Aliran ini memberikan tempat yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini terdiri dari cahaya dan kegelapan. Baginya Tuhan adalah cahaya sebagai satu-satunya realitas sejati (nur al anwar), cahaya di atas cahaya.
3.    Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional bertumpu pada akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.
4.    Aliran Hikmah Muta’aliyyah (Teosofi Transeden). Diwakili oleh seorang filosof syi’ah yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami yang dikenal dengan nama Shadr al Din al Syirazi atau yang dikenal dengan Mulla Shadra yaitu seorang filosof yang berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas.
Dalam Islam ilmu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Dalam Al Quran kata al-ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih 780 kali. Hadis juga menyatakan mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Dalam suatu pandangan seorang muslim, ilmu yang diwajibkan kepada setiap muslim adalah ilmu yang mengangkat posisi manusia pada hari akhirat, dan mengantarkannya pada pengetahuan tentang dirinya, penciptanya, para nabinya, utusan Allah, pemimpin Islam, sifat Allah, hari akhirat, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah. Dalam pandangan keilmuan Islam, fenomena alam tidaklah berdiri tanpa relasi dan relevansinya dengan kuasa ilahi. Mempelajari alam berarti akan mempelajari dan mengenal dari dekat Allah sebagai penciptanya. Dengan demikian penelitian alam semesta akan mendorong kita untuk mengenal Allah dan menambah keyakinan terhadapnya. Fenomena alam bukanlah realitas-realitas independen melainkan tanda-tanda Allah. Fenomena alam adalah ayat-ayat yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang besifat qauliyah. Oleh karena itu ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi yang mulia sebagai obyek ilmu.
Pertanyaan:
1.    Apa perbedaan nyata dari filsafat barat dengan filsafat timur? Apakah filsafat Islam itu masuk ke dalam Filsafat Timur atau berdiri sendiri?