Oleh:
Riza Sativani Hayati, NIM. 12708251080, PPs Pendidikan Sains Kelas D
Perkuliahan
kelima Filsafat Ilmu dari Dr. Marsigit adalah mengenai transendensi yang
diambil dari “The Critique of Pure Reason” oleh Immanuel Kant. Dr Marsigit menjelaskan
melalui logika “Para Dewa”.
Guru
adalah dewa bagi siswanya,
Dosen
adalah dewa bagi mahasiswanya,
Mahasiswa
senior adalah dewa bagi mahasiswa junionya,
Ibu
adalah dewa bagi anak-anaknya,
Kita
adalah dewa bagi diri kita sendiri,
Bahkan
koruptor pun adalah dewa.
Dewa
adalah dia yang memiliki dimensi lebih tinggi, meliputi yang ada dan yang
mungkin ada, subjek dari semua objeknya. Dewa memiliki bahasa dewa untuk
berkomunikasi, itulah yang menyebabkan kita sulit berkomunikasi dengan dewa. Hanya
orang-orang tertentu saja yang mampu memahami bahasa dewa. Ibaratnya jika kita
adalah seorang guru, kita adalah dewa bagi siswa kita, siswa kita akan susah
memahami bahasa kita. Oleh karena itu sangat diperlukan menggunakan bahasa yang
tepat untuk siswa kita. Jangan salahkan siswa kita jika mereka tidak faham materi
yang kita jelaskan. Introspeksi bahasa yang digunakan guru sangatlah penting. Namun
disamping itu salah juga kita jika siswa tidak memahami bahwa kita adalah dewa
bagi mereka. Begitu pula dengan koruptor. Koruptor susah untuk ditangkap karena
mereka memiliki bahas sendiri yang kita sebagai orang awam belum memahami
bahasanya. Oleh karena itu diperlukan orang yang juga dewa untuk menangkapnya,
yakni orang yang berilmu, mau berperang tanpa putus asa, dan berdoa sebagai
pedangnya.
Masing-masing
dewa harus memiliki kebijakan dalam memandang pengikutnya, begitu pula para
pengikut dewa harus memiliki kebijakan dalam memandang dewanya. Berusaha saling memahami bahasa yang digunakan dan bersikap bijak atas apa yang disampaikan. Sehingga
tercipta kenyamanan diantara para dewa dan pengikutnya.
Pertanyaan:
1.
Dr Marsigit
mengatakan bahwa kita sebagai guru salah jika siswa kita tidak memahami kita
sebagai dewa, apakah maksud Bapak kita sebagai guru senantiasa menempatkan diri
kita di atas siswa atau sekedar memiliki wibawa di depan siswa saja?
2.
Dari beberapa
elegi, Bapak menggunakan kata-kata transenden. Apakah arti transenden itu
sebenarnya? Apakah transenden dapat diartikan sebagai penguasa, yang berkuasa
atas sesuatu, atau pikiran yang menguasai?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentar !!!