Oleh : Riza Sativani Hayati
(PPs Pendidikan Sains Kelas D/NIM. 12708251080)
Pertanyaan “Mengapa harus ada filsafat?” ini muncul
dari salah satu teman sekelas saya di selembar kertas refleksi kuliah pertama Filsafat
Ilmu oleh Dr. Marsigit. Dari pertanyaan tersebut, Dr. Marsigit di perkuliahan
kedua menjawab dengan bahasa filsafatnya yang sedikit “berat” bagi saya, namun
saya berusaha memahaminya sedikit.
Ketika kita menanyakan “mengapa harus ada filsafat?”,
maka sama dengan kita menanyakan “mengapa fikiran harus ada?” atau “mengapa
manusia memiliki kemampuan berfikir?”, karena filsafat adalah olah fikir. Jawabannya
bertingkat-tingkat atau berdimensi karena filsafat peka terhadap ruang dan
waktu. Dimensi tersebut bisa dari material sampai spiritual. Jika dari
spiritual, dari keyakinan kita, fikiran sudah diberikan kepada kita sejak lahir.
Namun dari segi filsafatnya sendiri bermacam-macam “hipothetical analitic”, bisa dari antropologi, psikologi, atau
sosial. Jadi tergantung kita bagaimana mendefinisikan “how to define?” fikiran.
Definisi berfikir bagi anak-anak tentunya berbeda dengan definisi berfikir bagi
orang dewasa. Bagi anak-anak, berfikir adalah bekerja atau berbuat, sedangkan
bagi orang dewasa berfikir itu lain. Bahkan ada fakta “hatiku mampu berfikir”,
itulah pandangan dari orang-orang yang menjadikan fikirannya sebagai raja,
mengalahkan posisi hatinya. Jika kita mengeneralisasikan ungkapan tersebut,
maka kita juga dapat mengungkapkan bahwa tumbuhan itu mampu berfikir, saat dia
bergerak tumbuh mengikuti arah cahaya matahari misalnya. Jika logika kita
diturunkan lagi, maka akan sampai pula kita bisa mengungkapkan bahwa batu pun
mampu berfikir. Karena ini filsafat, segala kemungkinan pun terus digali,
misalnya berfikir kita samakan dengan bercinta, lantas bagaimana tumbuhan
hingga batu itu bercinta?. Lalu muncul pemikiran bagaimana hati itu berfikir
atau bagaimana hati itu bercinta. Filsafat itu menembus ruang dan waktu,
sehingga segala sesuatu yang mungkin dapat digali.
Itulah keajaiban filsafat yang mampu menembus ruang
dan waktu, karena keajaiban itu kita perlu filsafat namun juga berhati-hati
dalam berfilsafat. Jika kita menanyakan mengapa harus ada filsafat, tentunya
karena filsafat memiliki peran penting bagi kemajuan ilmu pengetahuan serta
kemampuan filsafat mengubah pola pikir seseorang. Namun jangan sampai karena
anggapan segala sesuatu sebagai objek filsafat, baik yang ada dan yang mungkin
ada adalah kajian filsafat, lantas kita berfilsafat yang sesat. Sebagai contoh
di atas tadi “hatiku mampu berfikir” atau “bagaimana wujud Tuhan?”, itu berarti
diri kita lebih mementingkan dan mengikuti fikiran kita daripada hati kita,
fikiran telah menjadi raja dalam diri kita. Sungguh sejatinya filsafat itu tetap
meletakkan Tuhan dalam hati yang menjadi raja, penguasa diri kita. Wallahu’alam...
Semoga Allah senantiasa menuntun hati kita.
Pertanyaan:
1. Bagaimana peran perkembangan Teknologi Informatika
dan Komunikasi terhadap perkembangan filsafat?