Oleh: Riza Sativani Hayati/12708251080/Pendidikan Sains/D
Perkuliahan Filasafat
Ilmu ke-12, Dr. Marsigit kembali mengungkap mengenai wadah dan isi, jadi untuk
refleksi kali ini saya tertarik untuk mengungkap mengenai wadah dan isi.
Sebenarnya makna apa yang tersirat dari ungkapan wadah dan isi? Tentunya setiap
isi harus memiliki wadah dan setiap wadah harus memiliki isi, bahkan wadah yang
kosong pun memiliki isi. Setiap orang memiliki status, itulah wadah dan isinya.
Seperti yang dinukilkan dalam elegi menggapai wadah dan isi dari http://powermathematics.blogspot.com,
dikatakan bahwa jika siswa adalah wadah, maka isinya
adalah kemampuannya dan kepribadiannya. Jika mahasiswa adalah wadah, maka kemampuan
dan kepribadian adalah isinya. Jika guru adalah wadah, maka kemampuan dan
kepribadian adalah isinya. Jika dosen adalah wadah, maka kemampuan dan
kepribadian adalah isinya. Lalu bagaimana gambaran wadah dan isi kita jika kita
sekarang sedang menjadi guru sekaligus mahasiswa? Berikut gambaran dari elegei
menggapai wadah dan isi Dr. Marsigit.
Sebagai
seorang guru, maka isi kita adalah rasa syukur bahwa kita telah menjadi guru,
kemudian rasa syukur kita ini akan menghasilkan rasa senang dan motivasi untuk
menjadi guru yang baik dan berprestasi. Untuk mewujudkan cita-cita kita menjadi
guru yang baik maka kita perlu menyesuaikan sikap dan perbuatan kita. Menyesuaikan
sikap dan perbuatan kita sebagaimana yang kita inginkan, yakni seorang guru
yang baik dan berprestasi. Tidak hanya itu, kita juga harus iklhas, tawadu’ dan istiqomah untuk senantiasa
mencari dan menambah ilmu agar
memperoleh keterampilan sebagaimana yang dituntut dari seorang guru yang baik
dan berprestasi. Sebagai seorang guru kita jangan cepat puas atas pencapaian
kita. Sebagai seorang guru, maka wadah kita adalah status, kedudukan, tugas dan
tangungjawab kita sebagai guru. Senantiasa ingat bahwa apa yang kita lakukan
akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
Sebagai
seorang mahasiswa, maka isi kita adalah rasa syukur bahwa kita telah menjadi
mahasiswa, seperti yang diungkapkan Prof Sukardjo, kita adalah yang sedikit
dari yang sedikit. Rasa syukur kita akan menghasilkan rasa senang dan motivasi
untuk menjadi mahasiswa yang baik dan berprestasi. Untuk mewujudkan cita-cita
tersebut, perlulah kita menyesuaikan sikap dan perbuatankita dengan apa yang
kita inginkan, yaitu sebagai seorang mahasiswa yang baik dan berprestasi. Kita
juga harus iklhas, tawadu’ dan istiqomah untuk selalu mencari dan menambah ilmu
kita agar engkau memperoleh keterampilan yang dituntut sebagai seorang
mahasiswa yang baik dan berprestasi. Jangan sampai kita mudah untuk puas akan
pencapaian hasil belajar kita, senantiasa senang mengembangkan dan mencari
pengalaman. Sebagai seorang mahasiswa maka wadah kita adalah status, kedudukan,
tugas dan tangungjawab kita sebagai mahasiswa. Senantiasa ingat bahwa apa yang
kita lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya
oleh Allah.
Oleh karena
itu, ada atau tidaknya wadah tergantung bagaimana mengisi wadah itu. Wadah kita
bisa sempit bisa juga luas, bisa kecil bisa juga besar, bisa penting bisa juga
tidak penting, bisa ada bisa juga tidak ada. Jadi wadah tidaklah mempunyai
batas dengan isi. Wadah akan selalu hadir ketika kita wujudkan isi kita. Jadi wadah
tidak lain tidak bukan adalah isi. Sehingga kita perlu mengevaluasi diri jika
kita hanyalah guru atau mahasiswa yang mengejar wadah tetapi tidak mau
mengisinya atau hanya mengejar isi tetapi tidak mau mengenal wadahnya.
Tidak bisa wadah tanpa
isi dan isi tanpa wadah. Kesemuanya harus berjalan beriringan. Wadah dan isi
pun harus seimbang, tidak bisa isi lebih banyak dari wadah dan tidak bisa pula
wadah yang lebih besar daripada isinya,
jika demikian, maka yang terjadi adalah ketimpangan. Jika status itu adalah
wadah dan isi seseorang, maka status itu yang akan timpang. Semoga ini bisa
menjadi bahan refleksi kita yang senantiasa ingat akan wadah dan isi kita, tanpa
melupakan salah satunya.
Daftar Pustaka: