A. TUJUAN
1. Dapat mengidentifikasi macam-macam komponen lingkungan pada 2 (dua) system yang berbeda.
2. Dapat mengetahui keterkaitan atau interaksi masing-masing komponen pada masing-masing lingkungan yang dibandingkan.
3. Dapat menyatakan pendapatnya tentang kesempurnaan masing-masing lingkungan yang dibandingkan berdasar pada kelengkapan komponen fungsional masing-masing (setidaknya dari segi energy dan arus materi).
4. Dapat menyatakan pendapatnya, gagasan, atau ide, tentang masing-masing sistem lingkungan yang diperbandingkan untuk pengelolaan selanjutnya.
B. DASAR TEORI
1. Batasan Operasional Ekosistem
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi saling interaksi, ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Dapat dikatakan juga bahwa ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen komponen tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi, dan produktivitas. Ekosistem terbentuk dari sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya seperti iklim, tanah, air, udara, nutrien dan energi. Karakteristik sistem seperti yang dirumuskan oleh Webster’s Collegiate Dictionary sebagai ”regularly interacting and interdependent components forming” dapat digunakan untuk mempertegas pengertian ekosistem. Tiga karakteristik pokok ekosistem dengan demikian yang dapat dinyatakan adalah adanya interaksi dan interdependensi, adanya regulasi, dan adanya kesatuan yang utuh yang tersusun atas komponen system. Dari gambaran ini yang segera tampak jelas adalah bahwa konsep ekosistem dapat berkembang dan bervariasi, tergantung pada komponen penyusun kesatuan tersebut.
2. Struktur Ekosistem
Suatu deskripsi sederhana dari struktur ekosistem adalah seperti yang dirumuskan Odum (1971) sebagai berikut :
a. Bahan Anorganik
Meliputi C, N, CO2, H2O, dan sebagainya
b. Bahan Organik
Meliputi protein, lipid, karbohidrat, bahan humus, dan sebagainya.
c. Rezim Iklim
Meliputi suhu, kelembapan, curah hujan, dan sebagainya.
d. Produser
Yaitu tumbuhan autotrof yang mampu mengolah bahan anorganik sederhana menjadi bahan organik yang lebih kompleks.
e. Konsumer Makro atau Fatogrof
Umumnya hewan heterotrof (herbivora, yang makan tumbuhan, karnivora, yang makan hewan lain, dan omnivora, yang makan tumbuhan maupun hewan). Fagotrof dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu biofag (yang makan makhluk yang masih hidup) dan saprofog (yang makan makhluk yanhg sudah mati).
f. Konsumer Mikro atau Dekomposer atau Osmotrof
Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Umumnya adalah golongan mikroba, terutama bakteri dan fungi.
3. Fungsi Ekosistem
Fungsi ekosistem di bawah ini dapat menggambarkan proses-proses yang terjadi di dalam ekosistem (Odum, 1971:8 dan komentar ditambah sendiri oleh penulis) :
a. Aliran Energi (Energy Circuits)
Terjadi dari sumber energi pokok (sinar matahari), melalui produser (autotrof, tumbuhan berklorofil), yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumer-makro, konsumer-mikro, dan kembali ke komponen abiotik.
b. Rantai Makanan (Food Chain)
Menggambarkan terjadinya hubungan antar komponen biotik (komunitas), yang kalau terjadi dalam bentuk hubungan yang sangat kompleks akan menjadi jaring-jaring makanan (food web). Jaring-jaring makanan ini makin kompleks akan makin menjamin kemantapan ekosistem.
c. Pola Keragaman dalam Dimensi Ruang dan Waktu (Diversity Patterns in Time and Space)
Dapat terjadi dalam skala populasi (antar individu anggota populasi), dalam skala komunitas (antar populasi penyusunnya), dan antar ekosistem. Pola keanekaragaman ini akan memberikan gambaran tentang kedewasaan suatu ekosistem. Makin dewasa, keanekaragaman makin tinggi dan ekosistem makin mantap.
d. Daur Nutrient (Biogeochemical cycles)
Menggambarkan mekanisme yang dapat menjamin keberlangsungan penyediaan bahan yang dapat diberikan oleh komponen abiotik kepada komponen biotik. Dalam proses ini terlihat bahwa komponen konsumer- makro dapat berfungsi sebagai pemercepat proses daur, sedang produser dan konsumer-mikro yang menjadi pelaksana pokok dalam daur tersebut.
e. Perkembangan dan Evolusi (Development and Evolution)
Dapat terjadi melalui proses bertahap yang indikatornya adalah perubahan struktur komponen penyusun ekosistem (jumlah populasi dalam komunitas makin tinggi melalui proses suksesi dan lainnya), makin cepatnya arus energi dan daur materi, makin kompleks jaring-jaring makanan, makin tinggi indeks keragaman, makin stabil ekosistem yang bersangkutan.
f. Pengendalian (Cybernetics)
Menggambarkan terjadinya proses umpan balik baik positif maupun negatif yang terjadi secara berimbang sehingga menghasilkan suatu mekanisme yang menjamin keseimbangan dalam ekosistem. Fungsi pengendalian inilah yang memungkinkan ekosistem memiliki kemampuan untuk self-maintenance dan self-regulation.
C. METODE KEGIATAN
1. Alat dan Bahan
Alat :
a. Thermometer Tanah (1 buah)
b. pH meter (1 buah)
c. Lux meter (1 buah)
d. Loupe (1 buah)
e. Pincet (1 buah)
f. Hygrometer (1 buah)
g. Meteran (1 buah)
h. Cetok (1 buah)
i. Pengukur Porositas Tanah (1 buah)
j. Tabung Reaksi (2 buah)
k. Centrifuge (1 buah)
l. Anemometer (1 buah)
m. Botol Air Minum (2 buah)
n. Kamera (1 buah)
o. Format Tabulasi Data untuk Merekam Informasi atau Data Hasil Pengamatan Mengenai Komponen Lingkungan dan Keadaannya (Kondisi).
Bahan :
a. Sampel komponen abiotik (tanah dan air) dari masing-masing ekosistem sawah
b. Sampel komponen biotik (tumbuhan dan hewan) dari masing-masing ekosistem
2. Cara Kerja
a. Menetapkan 2 (dua) lokasi sebagai daerah studi, yaitu
(1) sawah yang berada di kota (Jln. Tegalrejo, Yogyakarta / selatan SMA N 2 Yogyakarta)
(2) sawah yang berada di desa (Desa Botokan Sendangrejo, Minggir, Sleman)
b. Menentukan sampel objek pada masing-masing lokasi lingkungan, dengan cara ploting, buat plot dengan ukuran 7 x 7 m2 untuk mewakili masing-masing lokasi lingkungan baik lingkungan (1) maupun (2)
c. Mengamati informasi (data) dari masing-masing sampel lingkungan, dengan cara identifikasi komponen lingkungan dengan segala kondisinya.
3. Pelaksanaan Kegiatan
Faktor | Sawah Kota | Sawah Desa |
Tempat Pengamatan | Jln. Tegalrejo, Yogyakarta (selatan SMA N 2 Yogyakarta) | Desa Botokan Sendangrejo, Minggir, Sleman |
Tanggal Pengamatan | Sabtu, 20 Maret 2010 | Sabtu, 20 Maret 2010 |
Waktu Pengamatan | 14.00 WIB | 16.00 WIB |
Luas Plot Pengamatan | 7x7 m2 | 7x7 m2 |
D. DATA HASIL PENGAMATAN
Hasil Identifikasi Komponen Abiotik Ekosistem
Komponen lingkungan | Macam | Sawah Kota | Sawah Desa | Keterangan | |
Abiotik | Tanah | Suhu: Tanah sawah Tanah tegalan | 37 OC 35 OC | 34 °C 35 °C | |
Porositas | Sangat Rendah | Tinggi | |||
Tekstur | 20% Debu, 50% Tanah 30% Pasir | 80% Debu 20% Pasir | |||
Kelembaban | 64 | ||||
Intensitas cahaya | 850 x 100 | (312-421)x100 | |||
Kecepatan angin | Sedang | Kencang | |||
Air | pH | 6 | 7 | ||
Warna | Kecoklatan | Jernih |
Hasil Identifikasi Komponen Biotik Ekosistem
Sawah Kota
Produsen | Jumlah | Konsumen | Jumlah | Decomposer | Jumlah |
Padi | 42 batang/m2 | Sumpil | >100 ekor | Cacing | Banyak |
Talas | 10 | Capung | 2 ekor | Mikroorganisme | Banyak |
Tumbuhan A | Banyak | Belalang Hijau | 7 ekor | (tidak nampak) | |
Tumbuhan B | 23 | Lalat Sawah | 4 ekor | ||
Tumbuhan C | 4 | Tawon | 1 ekor | ||
Tumbuhan D | 52 | Semut | >40 ekor | ||
Tumbuhan E | banyak | Anggang-anggang | 13 ekor | ||
Tumbuhan F | 11 | Keong Mas | 146 ekor | ||
Tumbuhan G | 3 | ||||
Tumbuhan H | 2 | ||||
Tumbuhan I | 3 | ||||
Tumbuhan J | 1 | ||||
Tumbuhan K | 1 | ||||
Tumbuhan L | 1 | ||||
Tumbuhan M | 6 | ||||
Tumbuhan N | 2 | ||||
Tumbuhan O | 3 | ||||
Tumbuhan P | Banyak | ||||
Tumbuhan Q | 3 | ||||
Tumbuhan R | Banyak | ||||
Tumbuhan S | Banyak |
Sawah Desa
Produsen | Jumlah | Konsumen | Jumlah | Dekomposer | Jumlah |
Padi | 42 batang/m2 | Sumpil | >200 ekor | Cacing | Banyak |
Tumbuhan A | Banyak | Capung | 2 ekor | Mikroorganisme | Banyak |
Tumbuhan B | 12 | Belalang Coklat | 1 ekor | (tidak nampak) | |
Tumbuhan C | Banyak | Belalang Hijau | 6 ekor | ||
Tumbuhan D | Banyak | Belalang Putih | 1 ekor | ||
Tumbuhan E | 13 | Belalang Hitam | 1 ekor | ||
Tumbuhan F | 42 | Kepik | 1 ekor | ||
Tumbuhan G | 1 | Ulat | 1 ekor | ||
Tumbuhan H | Banyak | Burung Kuntul | 21 ekor | ||
Tumbuhan I | 10 | Semut Hitam Besar | 2 ekor | ||
Tumbuhan J | 42 | Anggang-anggang | 3 ekor | ||
Tumbuhan K | 1 | Burung Pipit | 9 ekor | ||
Tumbuhan L | 2 | ||||
Tumbuhan M | Banyak | ||||
Produsen | Jumlah | ||||
Tumbuhan N | Banyak | ||||
Tumbuhan O | Banyak | ||||
Tumbuhan P | 1 | ||||
Tumbuhan Q | 1 | ||||
Tumbuhan R | 1 | ||||
Tumbuhan S | 2 | ||||
Tumbuhan T | 4 | ||||
Tumbuhan U | Banyak | ||||
Tumbuhan V | 3 | ||||
Tumbuhan W | Banyak | ||||
Tumbuhan X | 6 | ||||
Tumbuhan Y | 43 | ||||
Tumbuhan Z | Banyak | ||||
Tumbuhan A1 | 1 | ||||
Tumbuhan A2 | 6 | ||||
Tumbuhan A3 | 1 | ||||
Tumbuhan A4 | 1 koloni |
E. PEMBAHASAN
Tujuan utama dari praktikum ini adalah untuk membandingkan kesempurnaan dari dua ekosistem, dalam hal ini ekosistem sawah desa dan ekosistem sawah kota. Dalam pengamatan, praktikan mengambil sawah kota yang terletak di Jalan Tegalrejo (selatan SMA N 2 Yogyakarta) dan sawah desa yang terletak di desa Botokan, Sendangrejo, Minggir, Sleman, Yogyakarta. Dilihat dari tempatnya, sawah kota yang dijadikan tempat pengamatan oleh praktikan merupakan satu-satunya sawah yang ada di jalan Tegalrejo, sehingga sawah ini merupakan sawah yang menjadi satu-satunya tumpuan produksi padi di tempat itu. Lain halnya dengan sawah desa, sawah desa yang dijadikan lokasi pengamatan praktikan merupakan salah satu sawah dari banyak sawah yang ada di desa tersebut. Untuk membandingkan antara dua ekosistem tersebut, praktikan melakukan analisis terhadap komponen biotik dan komponen abiotik kedua ekosistem tersebut.
Dari hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa komponen abiotik ekosistem sawah desa dan sawah kota berbeda. Ekosistem sawah desa memiliki kelembapan udara yang lebih tinggi, temperatur tanah yang lebih rendah, intensitas cahaya yang lebih rendah, angin yang lebih kencang, pH tanah yang lebih netral, serta air yang lebih jernih dibanding dengan ekosistem sawah kota. Demikian pula sebaliknya, ekosistem sawah kota memiliki kelembapan udara yang lebih rendah, temperatur tanah yang lebih tinggi, intensitas cahaya yang lebih tinggi, kecepatan angin yang lebih rendah, pH tanah yang lebih asam, serta air yang kurang jernih bila dibanding dengan ekosistem sawah desa. Selain itu perbedaan ada pada tekstur tanah yang dimiliki masing-masing ekosistem sawah. Hasil pengukuran komponen abiotik ini kemungkinan juga dipengaruhi oleh waktu pengukuran, yaitu siang di sawah kota dan sore di sawah desa. Hal ini memungkinkan terjadinya hasil suhu yang lebih tinggi di sawah kota karena pengukuran dilakukan pada siang hari. Sawah desa memiliki tekstur tanah berupa 80% Debu dan 20% Pasir, sedangkan ekosistem sawah kota memiliki tekstur tanah berupa 20% Debu, 50% Tanah, dan 30% Pasir. Masing-masing dari komponen abiotik tersebut dapat mempengaruhi jenis komponen biotik yang ada di masing-masing ekosistem sawah.
Dari komponen abiotik yang berbeda akan memberikan perbedaan pula pada komponen biotik yang ada pada ekosistem sawah. Pada ekosistem sawah desa, jumlah komponen biotik yang ditemukan pengamat lebih tinggi dibandingkan dengan komponen biotik ekosistem sawah kota. Ekosistem sawah desa memiliki jumlah tumbuhan sebanyak 31 jenis dan 8 jenis hewan, sedangkan ekosistem sawah kota hanya memiliki 21 jenis tumbuhan dan 6 jenis hewan saja. Untuk pengurai, ekosistem sawah desa dan sawah kota hampir sama.
Dari perbedaan jumlah komponen biotik ini nantinya akan mempengaruhi kompleksitas dari daur energi dan materi pada masing-masing sistem. Ekosistem sawah desa yang mmiliki komponen biotik lebih banyak akan mempunyai daur energi dan materi yang lebih kompleks. Semakin kompleks daur energi ini maka akan semakin efektif dan efisien daur tersebut. Dari penjelasan ini, maka dapat dimaknai bahwa ekosistem sawah desa memiliki daur energi yang lebih efektif dan efisien dibanding dengan ekosistem sawah kota.
Daur energi suatu ekosistem dapat diwujudkan melalui rantai makanan, dari hasil pengamatan yang ada, ada beberapa kemungkinan rantai makanan yang terjadi, namun dalam hal ini praktikan hanya memberikan salah satu contoh rantai makan yang dapat terjadi pada masing-masing ekosistem. Berikut adalah contoh dari rantai makanan yang ada pada ekosistem sawah desa :
Berikut adalah salah satu contoh rantai makanan yang dapat terjadi di ekosistem sawah kota :
Dari contoh rantai makanan tersebut, dapat disimpulkan bahwa rantai makanan pada ekosistem sawah desa lebih kompleks daripada ekosistem sawah kota. Telah dijelaskan di atas bahwa rantai makanan merupakan salah satu penentu kompleksitas daur energi. Jadi ekosistem sawah memiliki daur energi yang lebih kompleks dibandingkan dengan daur ekosistem sawah kota. Kompleksitas daur energi juga menentukan keseimbangan suatu ekosistem, semakin kompleks daur energi maka semakin efektif dan efisien penggunaan energi pada ekosistem tersebut, sehingga ekosistem akan semakin seimbang. Demikian pula dalam hal ini, ekosistem sawah desa yang memilki daur energi lebih kompleks dapat dikatakan memiliki ekosistem yang lebih seimbang daripada ekosistem sawah kota.
Selain daur energi antar komponen biotik ekosistem, pada ekosistem tersebut juga terjadi hubungan atau interaksi antar abiotik dengan biotik dan abiotik dengan abiotik. Berikut adalah contoh dari interaksi tersebut :
1. Abiotik dengan Biotik : Padi ð Air, Unsur Hara, Lumpur
2. Abiotik dengan Abiotik : Aliran Sungai ð Distribusi Unsur Hara
F. KESIMPULAN
1. Masing-masing ekosistem, memiliki komponen abiotik yang berbeda-beda. Komponen abiotik ini nantinya akan mempengaruhi jenis komponen biotik yang ada pada masing-masing ekosistem sawah.
2. Terdapat interaksi antar komponen dalam masing-masing ekosistem sawah. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi komponen biotik denagn biotik yang membentuk rantai makanan, interaksi abiotik dengan abiotik, serta interaksi antara komponen biotik dengan abiotik.
3. Berdasarkan atas kelengkapan masing-masing komponen fungsional ekosistem, ekosistem sawah desa memiliki sistem lingkungan yang lebih sempurna daripada sistem lingkungan sawah kota
4. Dalam pengelolaan selanjutnya, sawah kota harus lebih dijaga dan ditingkatkan keseimbangan ekosistemnya
G. DISKUSI
1. Yang memiliki komponen biotik paling tinggi adalah ekosistem sawah desa
2. Komponen yang teramati secara makro pada masing-masing lingkungan cukup memenuhi untuk terjadinya proses aliran energi dan siklus materi
3. Komponen biotik yang sebenarnya ada namun tidak teramati adalah ular, katak, cacing, dan mikroorganisme air ataupun tanah
4. Ekosistem yang memiliki proses arus energi dan siklus materi lebih baik (lebih cepat & lebih efektif) adalah ekosistem sawah desa
5. Ekosistem sawah desa memiliki persyaratan lebih baik untuk perkembangan (dinamika) ekosistem
DAFTAR PUSTAKA
Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogayakarta. Gajah Mada University press.
Sudjoko, dkk. 1998. Ekologi. Yogyakarta : FMIPA UNY
Sukirman, Djuwanto. 2008. Petunjuk Praktikum Ekologi. Yogyakarta: FMIPA UNY