Rabu, 23 Januari 2013

Implementasi Empirisme melalui Experiential Learning dalam Pengembangan Pembelajaran Biologi Sesuai Hakikat Pendidikan Biologi


Disusun Oleh:
Riza Sativani Hayati, S.Pd./12708251080/Pendidikan Sains Kons. Biologi Kelas D

A.      PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Selama ini, mata pelajaran biologi dipahami siswa sebagai mata pelajaran hafalan. Dimana fakta-fakta biologi dihafalkan oleh siswa, tidak difahami sebagai suatu proses biologi. Sehingga dibutuhkan suatu model pembelajaran yang mampu membimbing siswa untuk mendapatkan proses, produk, keterampilan, dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari sesuai hakikan pendidikan biologi itu sendiri.
Dalam filsafat ilmu pendidikan, kita mengenal banyak aliran yang berperan dalam pengembangan dan landasan pendidikan, salah satunya adalah empirisme. Empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan,terutama proses membangun pengetahuan adalah dengan pengalaman konkrit.
Salah satu implementasi empirisme dalam proses pembelajaran biologi agar sesuai dengan hakikat pendidikan biologi adalah dengan experiential learning. Pada dasarnya pembelajaran pengalaman langsung (experiential learning) tidak semata-mata menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam  bentuk informasi/materi pelajaran atau sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis, tetapi belajar adalah proses yang melibatkan seluruh komponen fisik dengan psikis seseorang dalam sebuah tindakan atau prilaku yang sangat kompleks yang dialami oleh seseorang secara sendiri yang bersumber dari lingkungannya. Pembelajaran langsung (experiential learning) dimaksudkan agar siswa dalam kegiatan belajar siswa mengalami langsung peristiwa belajar tersebut.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai empat hal pokok, yakni hakikat pendidikan biologi, empirisme, pembelajaran empirisme, dan experiential learning sebagai salah satu implementasi empirisme dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan pembelajaran biologi sesuai hakikat pendidikan biologi.
2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
a.       Apa hakikat pendidikan biologi?
b.      Apa yang dimaksud dengan empirisme?
c.       Apa yang dimaksud dengan pembelajaran empirisme?
d.      Bagaimana experiential learning dapat diimplementasikan  dalam pembelajaran biologi untuk mewujudkan pembelajaran biologi sesuai hakikat pendidikan biologi?

3.      Tujuan
Berikut ini merupakan tujuan pembahasan implementasi empirisme dalam pengembangan pembelajaran biologi sesuai hakikat pendidikan biologi :
a.       Memahami hakikat pendidikan biologi.
b.      Mengetahui empirisme.
c.       Memahami pembelajaran empirisme.
d.      Memahami implementasi experiential learning dalam pembelajaran biologi untuk mewujudkan pembelajaran biologi sesuai hakikat pendidikan biologi.

B.       PEMBAHASAN
1.      Hakikat Pendidikan Biologi
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput disebut paedagogos. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Suwarno, 2006).
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses memanusiakan manusia muda. Melalui pendidikan banyak aspek diharapkan akan dapat dicapai. Proses pendidikan merupakan proses aktif, yang dilakukan oleh peserta pendidikan dengan kesadaran untuk menjadi mandiri dan bertanggung jawab penuh terhadap dirinya dan terhadap masyarakat. Pendidikan sebagai pertolongan atau pengaruh yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak agar anak menjadi dewasa. Dalam pendidikan terjadi hidup bersama dalam kesatuan yang memungkinkan terjadi pemanusiaan anak. Dengan pendidikan terjadi pelaksanaan nilai-nilai dan manusia berproses untuk akhirnya bisa membudaya (melaksanakan) sendiri sebagai manusia purnawan (Dryarkara, 2006). 
Biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang artinya hidup dan logos yang artinya ilmu. Jadi, biologi adalah ilmu yang mempelajari sesuatu yang hidup beserta masalah-masalah yang menyangkut kehidupan. Obyek kajian biologi sangat luas dan mencakup semua makhluk hidup. Karenanya dikenal berbagai cabang ilmu biologi yang mengkhususkan diri pada kajian tertentu yang lebih spesifik, di antaranya anatomi, anastesi, zoologi, botani, bakteriologi, parasitologi,ekologi, genetika, embriologi, entomologi, evolusi, fisiologi, histologi, mikologi,mikrobiologi, morfologi, paleontologi, patologi, dan lain sebagainya.
Biologi menduduki posisi sangat strategis dan mempunyai kedudukan unik dalam struktur keilmuan. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan alam atau natural science, biologi mempunyai kesamaan dengan cabang atau disiplin lainnya dalam sains, yaitu mempelajari gejala alam, dan merupakan sekumpulan konsep, prinsip, teori (produk sains), cara kerja atau metode ilmiah (proses sains), dan di dalamnya terkandung sejumlah nilai dan sikap. Sebagai bagian dari ilmu-ilmu yang mempelajari manusia, biologi berbeda dari sosiologi atau psikologi.
Karakteristik biologi sebagai ilmu pengetahuan alam atau sains adalah sebagai berikut:
a.       Obyek kajian berupa benda konkret dan dapat ditangkap indera.
b.      Dikembangkan berdasarkan pengalaman empiris (pengalaman nyata).
c.       Memiliki langkah-langkah sistematis yang bersifat baku.
d.      Menggunakan cara berfikir logis, yang bersifat deduktif artinya berfikir dengan menarik kesimpulan dari hal-hal yang khusus menjadi ketentuan yang berlaku umum. Bersifat deduktif artinya berfikir dengan menarik kesimpulan dari hal-hal yang umum menjadi ketentuan khusus.
e.       Hasilnya bersifat obyektif atau apa adanya, terhindar dari kepentingan pelaku (subyektif).
Berdasarkan struktur keilmuan menurut BSCS atau Biological Science Curricullum Study (Mayer 1980) bahwa ruang lingkup biologi meliputi obyek biologi berupa kingdom (plantae, animalia, protista, fungi, archebacteria, eubacteria). Ditinjau dari tingkat molekul (virus), sel (protozoa, bakteri dan tumbuhan unisel), jaringan (porifera & coelenterata), organ (hati, ginjal, dan sebagainya), sistem organ (sistem sirkulasi, sistem transportasi, dan lain-lain), individu (manusia), populasi (kumpulan individu yang sama di daerah yang sama), komunitas (kumpulan beberapa populasi), ekosistem (kumpulan beberapa komunitas), biosfer (kumpulan bebrapa ekosistem). Adapun persoalan yang dikaji meliputi 9 tema dasar yaitu :
a.    Biologi (sains) sebagai proses inkuiri
b.    Sejarah konsep biologi
c.    Evolusi
d.   Keanekaragaman dan keseragaman
e.    Genetika dan kelangsungan hidup
f.     Organisme dan lingkungan
g.    Perilaku
h.    Struktur dan fungsi
i.      Regulasi
Aristoletes (384-322 SM) adalah seorang ilmuwan dan filosof Yunani yang dipercayai sebagai perintis ilmu biologi. Ia telah mempelajari 500 jenis hewan dengan sistem klasifikasinya, hal ini memberi pengaruh yang besar pada pemikiran dalam perkembangan ilmu-ilmu biologi. Biologi kini merupakan subyek pelajaran sekolah dan universitas di seluruh dunia, dengan lebih dari jutaan makalah dibuat setiap tahun dalam susunan luas jurnal biologi dan kedokteran. Hal ini juga mendukung perkembangan ilmu pendidikan biologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana hubungan pendidikan dengan biologi, bagaimana cara mempelajari dan mengajarkan biologi dengan baik dan benar, baik  pada instusi pendidikan formal maupun non formal.
Pendidikan biologi dapat dimaknai sebagai upaya untuk membelajarkan biologi sebagai suatu ilmu pengetahuan dalam suatu pembelajaran formal di sekolah maupun nonformal dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan biologi perlu dimaknai secara luas dan mendalam, yakni bukan hanya pemahaman dalam penguasaan teori dan konsep dalam ilmunya, tetapi juga lebih dari itu yang terpenting mampu menyentuh aspek sosial yang implementasinya bisa langsung dirasakan manfaatnya dalam kehidupan. Misalnya, membelajarkan kepada anak untuk berperilaku bersih dan sehat yang peduli akan lingkungan dan menyayangi alam sekitarnya sebagai bentuk implementasi nyata pendidikan biologi.
Tujuan dari pendidikan biologi secara umum dapat dijabarkan  sebagai berikut:
a.       Menumbuhkan kebiasaan membaca literasi ilmiah dan bahasa
Rendahnya pengetahuan dan penguasaan ilmu dipengaruhi oleh kebiasaan membaca dan menguasai bahasa. Habits of reading dan habits of mind memberikan kontribusi penting dalam pengembangan diri dan pengembangan ilmu selanjutnya.
b.      Menumbuhkan kebiasaan untuk berpikir kritis dan ilmiah
Pembelajaran biologi bisa memotivasi generasi muda untuk berpikir kritis dan memaksimalkan fungsi otak untuk memahami ilmu yang dipelajari.
c.       Menumbuhkan sikap ilmiah dan kerja ilmiah
Pendidikan untuk pengajaran Biologi perlu dan dapat dimuati unsur pembentukan karakter melalui pengembangan sikap ilmiah (scientific attitude) dan kerja ilmiah. Beberapa jenis sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui pengajaran sains antara lain meliputi keingintahuan (curiosity), sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti (respect for evidence), luwes terhadap gagasan baru (fllexibility), merenung secara kritis (critical reflection), dan yang paling penting adalah peka/ peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan (sensitivity to living things and environment).
d.      Meningkatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Selain sikap ilmiah yang telah dibahas di atas, pada setiap kurikulum sains sikap mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa menjadi rujukan perumusan tujuan atau kompetensi. Dengan kata lain selain sikap ilmiah, diharapkan dikembangkan juga pengembangan nilai-nilai dalam pembelajaran sains, baik berupa nilai religius, nilai praktis (manfaat), maupun nilai intelektual.
e.       Pendidikan biologi sebagai bekal hidup
Tidak kalah pentingnya adalah penggunaan pengetahuan dan pandangan biologi dalam mempersiapkan generasi yang akan datang. Pengetahuan tentang gizi, perkembangan janin dalam rahim, replikasi DNA beserta kerusakan dan perbaikannya, sintesis protein dan masih banyak lagi yang lainnya diperlukan untuk mendidik manusia yang berilmu, bermoral, dan beretika.
Sedangkan mata pelajaran Biologi pada jenjang SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a.    Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan keindahan akan serta mengagungkan kesadaran Tuhan Yang Maha Esa,
b.    Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain,
c.    Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis,
d.   Mengambangkan kemampuan berfikir analitis, induktif, dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip biologi,
e.    Mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan saling keterkaitannya dengan IPA lainnya serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan saling percaya diri,
f.     Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia,
g.    Meningkatkan kesadaran dan berperan serta dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Pendidikan biologi memberikan andil dalam perkembangan biologi dari waktu ke waktu. Pengenalan berbagai organisme yang berguna diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, mempelajari biofungsi, bioperkembangan, dan bioteknologi seharusnya mampu memberikan manusia bekal untuk aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga seyogyanya pendidikan biologi memberi siswa bekal keterampilan, pengetahuan dan persepsi yang dilandasi kesadaran akan pentingnya mempelajari apa yang akan dipelajarinya. Selain itu, telah disebutkan bahwa objek pendidikan biologi adalah makhluk hidup, dimana makhluk hidup ada di lingkungan hidup peserta didik, dengan demikian diperlukan pemanfaatan lingkungan sekitar peserta didik sebagai sumber belajar biologi bagi siswa.

2.         Empirisme
Kata empiris berasal dari kata Yunani empirikos yang berasal dari kata empeiria, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamnnya. Bila dikembalikan dengan kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman indrawi (Limbangan,2012). Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan,
Terdapat beberapa ajaran-ajaran pokok empirisme, antara lain sebagai berikut:
a.       Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
b.      Pengalaman inderawi adalah sumber pengetahuan.
c.       Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d.      Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
e.       Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman (Masdiloreng, 2009).
Seperti yang kita ketahui, setiap aliran filsafat memiliki tokohnya masing-masing, aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobbes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume. Berikut ini merupakan penjabaran pengetahuan empirisme menurut beberapa pencetus empirisme tersebut:
a.       Empirisme Thomas Hobbes (1588-1679)
Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat, atau tentang penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dengan kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertian-pengertian; ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak.
Menurut Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab akibat termasuk situasi kesadaran kita.
Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian. Berbeda dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya.
Menurut Hobbes, yang dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak kita kemudian ke jantung. Di dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi (Harun Hadiwijono, 1993: 32).
b.      Empirisme John Locke (1632-1704)
Johl Locke merupakan ilmuwan Inggris, seorang ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, dan two treatises on government. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera.
Empirisme dijelaskan John Locke dengan ungkapan singkat “Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi”. Pernyataan tersebut mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah “tabularsa” (a blank sheet of paper). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna pendidikannya.
c.       Empirisme David Hume (1711-1776)
David Hume seorang yang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding dan an encuiry into the principles of moral.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu “I never catch my self at any time with out a perception”. Sebuah pernyataan yang mengatakan “saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya”. Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression).
Pemikiran lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan (observasi) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.
Rangkaian pemikiran empirisme dapat di gambarkan dari jenis-jenis empirisme sebagai berikut:
a.    Empirio-kritisisme
Empirio-kritisisme disebut juga machisme, sebuah aliran filsafat yang bersifat subyektif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.
b.    Empirisme Logis
Analisis logis modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut:
1)      Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
2)      Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika.
3)      Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
c.    Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.
Empirisme (enviromentalisme) pendidikan memegang peranan penting, sebab pendidikan menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak. Lingkungan itu akan diterima anak sebagai sejumlah pengalaman yang telah disesuaikan dengan tujuan pendidikan. Dalam arti sempit, aliran empirisme menganggap bahwa objek indera adalah suatu yang riil (nyata). Menurut paham ini, orang tidak dapat melepaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda dengan ide. Ide adalah ide tentang benda, suatu pikiran dalam akal yang menunjuk pada suatu benda. Dalam hal ini, benda adalah realitas dan ide dan ide adalah bagaimana benda itu menampak. Penganut aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan manusia bukan didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak melainkan diperoleh melalui pengalaman konkrit.
Menurut Hendrowibowo (Wahab Jufri, 2008: 48), kaum empiris cenderung menganggap akal sebagai salah satu dari dari banyak benda yang merupakan bagian dari alam. Berbeda dengan kaum idealis yang mengatakan bahwa akal merupakan realitas pertama, kaum empiris memberikan perhatian bukan pada akal yang memahami akan tetapi kepada realitas yang dialami. Dengan demikian realisme mencerminkan objektivitas yang mendasari dan menyokong sains modern.
Terkait dengan pendidikan, penganut paam empirisme menyatakan bahwa kurikulum sekolah harus mengacu pada pengajaran bahasa, unsur-unsur logika, sains, dan matematika. Para pendidik yang menganut paham ini selalu mementingkan proses perolehan  ilmu dan keterampilan daripada sekedar mengembangkan rasio. Oleh karena itu, menurut kaum empiris, pengalaman belajar adalah hal yang terpenting karena merupakan sumber kebenaran (Wahab Jufri, 2008: 48).
Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar, memegang peranan sangat penting. Sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Dari pengalaman itulah yang akan membentuk tingkah laku, sikap, dan watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.

3.      Implementasi Empirisme dalam Pembelajaran
Pembelajaran merupakan pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan (UU No. 20 Tahun 2003). Pengembangan individu yang dimaksud dengan siswa mencakup empat ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotor, dan sensori motorik. Keempat ranah tersebut nantinya akan diuraikan menjadi tujuan pendidikan biologi yaitu meliputi pengembangan sikap dan penghargaan, cara berfikir, ketrampilan, pengetahuan dan pengertian, serta penggunaan pengetahuan tersebut bagi kepentingan hidup.
Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa menuju perubahan tingkah laku, baik moral maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai makhluk individu dan sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur guru melalui proses pembelajaran (Sudjana dan Rivai, 1991).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa John Lock, seorang filsuf dari Inggris mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, (a blank sheet of paper). Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna pendidikannya.
Pembelajaran empirisme merupakan pembelajaran yang di dalamnya menyertakan implementasi empirisme. Seperti yang sudah dijelaskan, empirisme dalam pendidikan mengutamakan pemberian pengalaman pada peserta didik untuk membangun pengetahuan siswa sendiri. Siswa memperoleh ilmu tidak dari buku atau gurunya secara langsung, akan tetapi dari pengalamannya.
Pengalaman menjadi guru terbaik, bagi siswa. Oleh karena itu  dalam pembelajaran perlu menerapkan empirisme, yakni dengan metode belajar pengalaman nyata (experiential learning). Hal ini akan lebih efektif bagi siswa, karena mereka merasa lebih diyakinkan. Pengetahuan yang siswa dapatkan dari pengalaman belajar langsung lebih mudah dicerna dan terekam dalam memorinya.
Sebagai contoh, jika ingin mengajarkan kebiasaan baik mencuci tangan pakai sabun  sebagai bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat, berikan contoh dan libatkan siswa dalam pembelajaran mengenai kesehatan tubuh. Kenalkan kepada siswa apa yang disebut sebagai kuman yang menempel pada tangan. Selain itu kenalkan manfaat sabun dan cara mencuci tangan yang benar. Jadikan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun sebagai rutinitas harian yang memberikan pengalaman menyenangkan.
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe.
 Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri.
Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dngan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan berapa pentingnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep.
Modus pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkan nya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%.
Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang filsof Cina Confocius, bahwa “apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham”. Dari kata-kata bijak ini kita dapat mengetahui betapa pentingnya keterlibatan langsung dalam pembelajaran.

4.      Implementasi Experiential Learning dalam Pembelajaran Biologi untuk Mewujudkan Pembelajaran Biologi Sesuai Hakikat Pendidikan Biologi
Proses pembelajaran biologi sebagai suatu sistem, pada prinsipnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara komponen-komponen: raw input (peserta didik), instrumental input (masukan instrumental), lingkungan, dan out put-nya (hasil keluaran). Keempat komponen tersebut mewujudkan sistem pembelajaran biologi dengan prosesnya berada di pusatnya. Dalam teori modern, proses pembelajaran tidak tergantung sekali kepada keberadaan guru (pendidik) sebagai pengelola proses pembelajaran. Hal ini didasarkan bahwa proses belajar pada hakekatnya merupakan interaksi antara peserta didik dengan objek yang dipelajari (Suhardi, 2007).
Salah satu jenis instrumental input pembelajaran biologi adalah metode pembelajaran dan pendekatan yang digunakan. Sseperti yang sudah dijelaskan di atas, pentingnya pemberian pengalaman langsung pada pembelajaran siswa membuat perlunya experiential learning tersebut dalam pembelajaran biologi sebagai implementasi empirisme dalam pendidikan.
Selain itu, melihat hakikat pendidikan biologi, bahwa biologi merupakan ilmu untuk mempelajari makhluk hidup dan perilakunya. Sedangkan makhluk hidup dan perilakunya itu adalah diri siswa itu sendiri dan makhluk hidup di lingkungan siswa, sehingga memang sudah seharusnya dilakukan pemberian pengalaman langsung dalam pembelajaran biologi melalui interaksi siswa dengan objek belajar biologi yang merupakan dirinya sendiri dan lingkungannya. Hal ini karena objek belajar biologi tidaklah sangat abstrak, akan tetapi real bagi siswa, sehingga memungkinkan siswa belajar dengan menggunakan alat inderanya.
Melihat kembali hakikat pendidikan biologi, belajar biologi berarti berupaya mengenali proses kehidupan nyata di lingkungan, atau belajar biologi dari aspek empiris (purpose in empirical evidence). Belajar biologi berarti berupaya mengenali diri sendiri sebagai makhluk, atau belajar biologi dari aspek evaluasi (purpose in human institution). Belajar biologi diharapkan bermanfaat untuk peningkatan kualitas manusia dan lingkungan atau belajar biologi dari aspek sintas (purpose in human life).
Observasi dan eksperimen sebagai experiential learning penting dalam mempelajari biologi. Kemampuan observasi sangat mendasar untuk melakukan eksperimen terhadap lingkungan dan menguji gagasan dengan melibatkan penggunaan semua indra. Observasi amat erat kaitannya dengan pengamatan. Pengemat yang kurang memiliki rasa kemelitan cenderung kurang termotivasi untuk melakukan observasi seksama, eksperimen dalam biologi memerlukan kecermatan dalam memilih obyek untuk dibandingkan setelah diberikan perlakuan pada salah satunya. Sebagaimana diketahui tidak ada mahluk hidup sejenisyang persis sama, bahkan saudara kembar sekalipun. Dalam eksperimen biologi seringkali diperlukan dua atau lebih organisme yang diperkirakan memiliki kemiripan sebanyak mungkin. Jadi seorang biologiwan atau yang mempelajari biologi memerlukan ketelitian berfikir yang lebih cermat dibandingkan dengan ilmuwan lain dalam bidang ilmu, bahkan dalam bidang sains sekalipun.
Observasi dan eksperimen dalam pembelajaran biologi juga dapat mengakomodasi keterampilan proses dan sikap imiah siswa. Melalui eksperimen siswa berlatih terampil menggunakan alat-alat ukur dan kerja laboratorium. Prosedur kerja ilmiah dalam ekperimen pembelajaran biologi mampu menginternalisasikan nilai-nilai karakter siswa, terutama nilai-nilai dalam sikap ilmiah. Jadi experiential learning ini mampu membekali siswa tidak hanya aspek kognitif saja, akan tetapi afektif dan psikomotor, sehingga experiential learning ini sangat sesuai dengan hakikat biologi.
Selama ini, mata pelajaran biologi dipahami siswa sebagai mata pelajaran hafalan. Dimana fakta-fakta biologi dihafalkan oleh siswa, tidak difahami sebagai suatu proses biologi. Pada dasarnya pembelajaran pengalaman langsung (experiential learning) tidak semata-mata menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam  bentuk informasi/materi pelajaran atau sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis, tetapi belajar adalah proses yang melibatkan seluruh komponen fisik dengan psikis seseorang dalam sebuah tindakan atau prilaku yang sangat kompleks yang dialami oleh seseorang secara sendiri yang bersumber dari lingkungannya.
Pembelajaran langsung (experiential learning) dimaksudkan agar siswa dalam kegiatan belajar siswa mengalami langsung peristiwa belajar tersebut. Menurut  Teori belajar Gagne belajar terdiri dari tiga tahapan penting yaitu persiapan untuk belajar, perolehan dan unjuk perbuatan serta retrival dan alih belajar. Ketiga hal tersebut merupakan fase yang dilewati siswa dalam kegiatan belajar.
Rogers mengemukakan beberapa langkah yang harus dilakukan oleh guru dalam menerapkan model pembelajaran langsung yaitu:
a.    Guru memberikan kepercayaan kepada kelas agar memilih  belajar secara terstruktur.
b.    Guru dan siswa membuat kontrak belajar
c.    Guru menggunakan metode inkuiri atau belajar menemukan.
d.   Guru menggunakan metode simulasi
e.    Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasi pada kelompok lain
f.     Guru bertindak sebagai fasilitator dalam belajar
g.    Guru menggunakan kegiatan pembelajaran berprogram agar tercipta bagi siswa peluang untuk menumbuhkan kreatifitas (Uaksena, 2011).
Experiential learning itu sendiri berisi 3 aspek yaitu: Pengetahuan (konsep, fakta, informasi), Aktivitas (penerapan dalam kegiatan) dan Refleksi  (analisis dampak kegiatan terhadap perkembangan individu). Ketiganya merupakan kontribusi penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran.
Sedangkan dalam merancang pelatihan experiential learning, ada 4 tahapan yang harus dilalui yaitu: 1 Experiencing, tantangan pribadi atau kelompok, 2. Reviewing: menggali individu untuk mengkomunikasikan pembelajaran dari pengalaman yang didapat, 3. Concluding menggambarkan kesimpulan dan kaitan antara masa lalu dan sekarang, serta 4. Planning: menerapkan hasil pembelajaran yang dialaminya.
Menurut Mardana (2005) belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara berbuat dan berpikir. Jika seseorang terlibat aktif dalam proses belajar  maka orang itu akan belajar jauh lebih baik. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar tersebut pembelajar secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian bagaimana menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata.
Atherton (2002) mengemukakan bahwa dalam konteks belajar, pembelajaran berbasis pengalaman dapat dideskripsikan sebagai proses diman pengalaman belajar direfleksikan secara mendalam dan dari sini muncu pemahaman baru atau proses belajar.
Model pembelajaran semacam ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif. Lebih lanjut, Hamalik menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan pengalaman memberi seperangkat atau serangkaian situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Cara ini mengarahkan para siswa untuk mendapatkan pengalaman lebih banyak melalui keterlibatan secara aktif dan personal, dibandingan bila mereka hanya membaca suatu materi atau konsep. Dengan demikian, belajar berdasarkan pengalaman lebih terpusat pada pengalaman belajar siswa yang bersifat terbuka dan siswa mampu membimbing dirinya sendiri.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa penerapan model experiential learning dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Seperti halnya model pembelajaran lainnya, dalam menerapakan model experiential learning guru harus memperbaiki prosedur agar pembelajarannya berjalan dengan baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiential learning adalah sebagai berikut :
a.    Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat terbuka (open minded) yang memiliki hasil-hasil tertentu.
b.    Guru harus bisa memberikan rangsangan dan motivasi.
c.    Siswa dapat bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok-kelompok kecil/keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman.
d.   Para siswa ditempatkan pada situasi-situasi nyata, maksudnya siswa mampu memecahkan masalah dan bukan dalam situsi pengganti. Contohnya : Di dalam kelompok kecil, siswa membuat mobil-mobilan dengan menggunakan potongan-potongan kayu, bukan menceritakan cara membuat mobil-mobilan.
e.    Siswa aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membua keputusan sendiri, menerima kosekuensi berdasarkan keputusan tersebut.
f.     Keseluruhan kelas menceritakan kembali tentang apa yang dialam sehubungan dengan mata pelajaran tersebut untuk memperluas pengalaman belajar dan pemahaman siswa dalam melaksanakan pertemuan yang nantinya akan membahas bermacam-macam pengalaman tersebut.
Selain beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiential learning, guru juga harus memperhatikan metode belajar melalui pengalaman ini, yaitu meliputi dua hal di bawah ini.
a.    Strategi belajar melalui pengalaman berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas. Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah proses belajar, dan bukan hasil belajar.
b.    Guru dapat menggunakan strategi ini dengan baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Model pembelajaran experiential learning disusun dan dilaksanakan dari hal-hal yang dimiliki oleh peserta didik. Prinsip inipun berkaitan dengan pengalaman di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara belajar yang biasa dilakukan oleh peserta didik. Experiential learning  adalah suatu proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya secara langsung. Oleh karena itu, metode ini akan bermakna tatkala pembelajar berperan serta dalam melakukan kegiatan. Kemudian, mereka mendapatkan pemahaman serta menuangkannya dalam bentuk lisan atau tulisan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Langkah menantang bagi guru biologi dalam experiential learning adalah memikirkan atau merancang aktifitas pengalaman belajar seperti apa yang harus terjadi pada diri siswa baik individu maupun kelompok. Aktifitas pembelajaran harus berfokus pada peserta belajar (student-centered learning). Dengan demikian, apa yang harus kita lakukan, apa yang harus mereka lakukan, apa yang harus kita katakan atau sampaikan harus secara detail kita rancang dengan baik.
Begitu pula dengan media dan alat bantu pembelajaran lain yang yang dibutuhkan juga harus benar-benar telah tersedia dan siap untuk digunakan. Metode Experiential learning tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan konsep-konsep saja. Namun, juga memberikan pengalaman yang nyata yang akan membangun keterampilan melalui penugasan nyata. Selanjutnya, metode ini akan mengakomodasi dan memberikan proses umpan balik serta evaluasi antara hasil penerapan dengan apa yang seharusnya dilakukan.

C.    KESIMPULAN
1.    Hakekat pendidikan biologi yakni memberi siswa bekal proses, produk, keterampilan, dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Objek pendidikan biologi adalah diri siswa sendiri, makhluk hidup, dan lingkungannya, dengan demikian siswa dan lingkungannya merupakan sumber belajar biologi.
2.    Empirisme merupakan aliran yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia bukan didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak melainkan diperoleh melalui pengalaman konkrit.
3.    Pembelajaran empirisme adalah pembelajaran yang melibatkan pengalaman siswa secara langsung sebagai sumber belajar.
4.    Experiential learning dapat digunakan untuk implementasi empirisme dalam pembelajaran biologi yang sesuai dengan hakikat pendidikan biologi. Experiential learning adalah suatu metode proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Experiential learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk membantu pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran sehingga pembelajar terbiasa berpikir kreatif. Sedangkan peran guru dalam pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator.

  
DAFTAR PUSTAKA

Wahab Jufri. 2008. Filosofi Pengembangan Pendidikan  Sains dalam Proses Transformasi Sains, Teknologi, dan Nilai-Nilai Kemanusiaan. Jurnal Pijar MIPA Vol. III No.2 September 2008 p. 47-52 ISSN 1907-1744.

Harun Hadiwijono. 1993. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.


Indien. 2012. Pembelajaran Experiential Learning. Diambil dari http://007indien. blogspot.com/2012/03/pembelajaran-experiential-learning.html pada hari Senin, 14 Januari 2012.

J. S. Suriasumantri. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah  Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Limbangan. 2012. Aliran Teori Empirisme & Cara Mempelajari Filsafat. Diambil dari http://psikologibrebesjateng.blogspot.com/2012/01/aliran-teori- pengetahuan-empirisme.html pada hari Senin, 14 Januari 2012.

Masdiloreng. 2009. Empirisme. Diambil dari http://masdiloreng.wordpress.com /category/filsafat/ pada hari Senin, 14 Januari 2012.

Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press

Nuryani,R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

S. Suhartono. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz.

Sudjana, Nana & Rivai, Ahmad. 1991. Teknologi Pengajaran. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo.

Suhardi. 2007. Pengembangan Sumber Belajar Biologi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY.

Uaksena. 2011. Pembelajaran Langsung (experiential learning). Diambil dari