Kamis, 19 April 2012

PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) SEBAGAI ALTERNATIF PEMECAHAN PERMASALAHAN PEMBELAJARAN BIOLOGI


Disusun Oleh: Riza Sativani Hayati

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Kualitas pembelajaran Biologi sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Ketepatan dalam menggunakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan dapat membangkitkan motivasi, meningkatkan minat siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan, serta meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Umumnya pembelajaran Biologi yang berlangsung di sekolah masih menggunakan pendekatan pembelajaran yang konvensional antara lain pendekatan ekspositori, yaitu pendekatan pembelajaran dimana pusat pengajaran berada di tangan guru. Dalam hal ini guru lebih aktif memberikan informasi dalam menerangkan suatu konsep, hal ini akan menimbulkan siswa menjadi pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar sebaiknya guru tidak hanya menyampaikan konsep dan teori saja tetapi juga menekankan pada bagaimana caranya agar siswa dapat memperoleh konsep dan teori tersebut. Selain itu konsep Biologi yang diterima siswa hanya sekedar dari guru dan buku teks. Siswa jarang diajak oleh gurunya untuk langsung ke lapangan dan memahami materi secara nyata (tidak dikaitkan dengan objek biologi dalam keseharian siswa). Terdapat salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengatasi beberapa permasalahan dalam pembelajaran Biologi tersebut, yaitu Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal terkait bagaimana penerapan CTL untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran Biologi.
B.     Rumusan Masalah
Bagaimana pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan sebagai alternatif pemecahan permasalahan dalam pembelajaran biologi ?
C.     Tujuan
Mengetahui penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai alternatif pemecahan permasalahan dalam pembelajaran biologi
BAB II
ISI

A.     Permasalahan Pembelajaran Biologi di Indonesia
Saat ini terdapat beberapa permasalahan dalam pembelajaran biologi yang perlu adanya solusi penerapan pendekatan pembelajaran yang tepat, diantaranya yakni sebagai berikut :
1.      Siswa menganggap bahwa materi Biologi merupakan materi yang teoritis, sehingga dalam belajar Biologi, siswa cenderung menghafal materi tanpa memahami materi tersebut dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
2.      Guru Biologi cenderung menggunakan pendekatan ataupun metode pembelajaran yang konvensional, seperti ekspositoris yang mana pembelajaran lebih berpusat pada guru sehingga siswa pun cenderung pasif dalam pembelajaran Biologi
3.      Sumber belajar Biologi siswa cenderung berupa buku teks yang isinya tidak banyak memberikan keterampilan proses sains bagi siswa. Siswa cenderung textbook (terpaku pada buku teks yang dimilikinya)
4.      Materi pembelajaran biologi merupakan materi yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa, namun saat ini banyak siswa dalam pembelajarannya tidak mengaitkan materi biologi dengan permasalahan-permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari siswa
5.      Pembelajaran biologi seharusnya menciptakan siswa yang mampu berfikir ilmiah dan kritis. Namun saat ini dalam pembelajaran biologi masih terkonsentrasi pada penguasaan materi.
6.      Guru biologi umumnya dalam mengajar hanya sekedar menyelesaikan materi tanpa memikirkan apakah yang diberikannya itu bermakna ataupun ada keterkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Yang mengakibatkan fenomena ini terjadi, salah satunya adalah karena banyaknya materi yang harus diselesaikan tetapi waktu yang tersedia kurang. Akibatnya, materi yang tersampaikan tidak ada yang terinternalisasi dalam diri peserta didik, lewat begitu saja tanpa meninggalkan bekas apapun di kepala.
B.     Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai Alternatif Pemecahan Permasalahan dalam Pembelajaran Biologi
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran biologi diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran biologi berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari “menemukan sendiri”, bukan dari “apa kata guru”.
Suatu pembelajaran dikatakan CTL, jika didalamnya terdapat komponen-komponen sebagai berikut (dikdasmen) :
1.    Konstruktivisme, dalam hal ini peserta didik dikondisikan agar mampu membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Jadi pembelajaran biologi harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.
2.    Inquiry, disini peserta didik belajar mencari (melalui pengamatan) dan menemukan sendiri hal-hal yang harus diketahui dari sebuah topic biologi. Disini peserta didik belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3.    Questioning, yaitu dengan bertanya. Guru biologi mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa terhadap suatu topik. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.
4.    Learning community (masyarakat belajar), disini peserta didik berkumpul dengan peergroupnya untuk saling berbagi ide, curah pendapat, dan tukar pengalaman. Masyarakat belajar sangat membantu sekali untuk mengokohkan pemahaman mereka terhadap pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya.
5.    Modeling, yakni pemodelan yang bertujuan agar peserta didik mempunyai gambaran nyata tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Yang memberikan pemodelan ini biasanya adalah pengajar.
6.    Reflection, pada tahap ini peserta didik diminta untuk mencatat setiap kejadian yang telah mereka lalui, memikirkannya, dan merefleksikannya. Semua hal itu digunakan peserta didik untuk mengevaluasi pembelajaran yang telah mereka laksanakan.
7.    Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya), yaitu penilaian yang dilakukan tidak terbatas secara kognitif (melalui paper and pen test) saja, tapi lebih holistic, yaitu penilaian proses dan produknya. Apakah sudah relevan dan kontekstual.
            Segala hal yang telah dijabarkan di atas bila disintesiskan akan menghasilkan karakteristik CTL, sebagai berikut :
1.         kerjasama, saling menunjang
2.         menyenangkan, tidak membosankan
3.         belajar dengan bergairah
4.         pembelajaran terintegrasi
5.         menggunakan berbagai sumber
6.         siswa aktif
7.         sharing dengan teman
8.         siswa kritis, guru kreatif
9.         kelas penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, dan lainnya
10.     laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain
Penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran Biologi ini tentunya akan menjadi alternatif beberapa permasalahan dalam pembelajaran biologi. Proses pembelajaran tentu tidak akan lagi menjadi teacher centered tapi student centered (berpusat pada siswa). Siswa akan diarahkan untuk berinteraksi dengan obyek biologi dan lingkungan dunia nyata siswa. Melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pembelajaran biologi akan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, lebih memberdayakan siswa dan tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta (materi biologi), tetapi lebih mendorong siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, pengetahuan awal yang mereka miliki, pengalaman, dan lingkungan siswa.
Dengan penerapan CTL dalam pembelajaran biologi, akan mengatasi paradigma siswa dan guru dalam pembelajaran biologi, diantaranya sebagai berikut :
1.         Belajar biologi bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang siswa miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang siswa peroleh.
2.         Belajar biologi bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir.
3.         Belajar biologi adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah siswa akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.
4.         Belajar biologi adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar biologi tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai irama kemampuan siswa.
5.         Belajar biologi pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan siswa (Real World Learning)

BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan sebagai alternatif pemecahan permasalahan dalam pembelajaran biologi dengan penerapan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme, inquiry, questioning, learning community, modeling, reflection, dan authentic assessment. Dengan penerapan hal tersebut, maka akan mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran biologi dengan mengubah paradigma guru dan siswa.
B.       Saran
Guru sebaiknya menerapkan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran biologi. Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat dijadikan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran biologi.


DAFTAR PUSTAKA

Komara, Endang. 2009. Peran Pembelajaran CTL dalam Mengimplementasikan Pembelajaran Interaktif.  Diambil dari http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam.html pada hari Senin, 14 November 2011 jam 10.15 WIB
Sulistyanto. 2009. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Disertai Lembar Kerja Siswa Untuk Meningkatkan Proses Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII A SMPN 1 Kemusu Boyolali Tahun Pelajaran 2008/2009. Surakarta: Skripsi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wahyuni, Dwiutami Lussy. 2011. Inovasi Model dan Evaluasi Pembelajaran. Diambil dari http://zaifbio.wordpress.com/2011/07/23/inovasi-model-dan-evaluasi-pembelajaran/ pada hari Senin, 14 November 2011 jam 10.15 WIB


KENDALA RSBI / SBI DALAM PENGGUNAAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA PENGANTAR PEMBELAJARAN BIOLOGI


Disusun Oleh: Riza Sativani Hayati
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Adanya globalisasi yang terus berkembang memberikan tuntutan ke dunia pendidikan, dimana Pendidikan harus mampu meluluskan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing atau berkompetisi dengan lulusan negara-negara lain serta sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang juga terus berkembang. Oleh karena itu, Pemerintah mengambil kebijakan untuk melaksanakan program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Nampaknya SBI ini perlu suatu kajian yang mendalam untuk mencapai tujuan yang diharapkan. SBI yang telah berjalan juga perlu untuk dievaluasi, salah satunya adalah dalam hal penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran di kelas.
Dalam standar penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), proses pembelajarannya menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang digunakan dalam forum internasional bagi mata pelajaran tertentu. Hanya mata pelajaran tertentu seperti Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal yang dalam pembelajarannya ditetapkan menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Itu artinya bahwa proses pembelajaran MIPA, yang mata pelajaran Biologi termasuk di dalmnya harus menggunkan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Oleh karena itu dalam standar penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) ini pendidik dituntut mampu mengajar dalam bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang digunakan dalam forum internasional, terutama guru bagi mata pelajaran MIPA.
Tuntutan penggunaan Bahasa Inggris dalam pelaksanaan pembelajaran MIPA di RSBI / SBI ini menjadi salah satu hambatan bagi sekolah dalam pengembangan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Beberapa sekolah yang sudah mendapatkan status RSBI / SBI,  bahkan sekolah yang berada di tengah kota banyak mengeluh terkait penggunaan Bahasa Inggris sebagai pengantar pembelajaran. Baik karena sumber daya manusianya yang belum mampu ataupun karena fasilitas yang mendukung peningkatan kemampuan Bahasa Inggris guru dan siswa yang kurang.
Makalah ini akan memberikan beberapa paparan tentang kendala-kendala sekolah RSBI / SBI dalam penggunaan Bahasa Inggris sebagai pengantar proses pembelajaran dan mengupas bagaimana solusi yang dapat dilakukan sekolah dalam mengatasi kendala-kendala tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja kendala yang dihadapi RSBI / SBI dalam penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran Biologi ?
2.      Apa saja alternatif solusi bagi RSBI / SBI untuk menghadapi kendala dalam penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran Biologi ?

C.     Tujuan
1.         Mengetahui kendala yang dihadapi RSBI / SBI dalam penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran Biologi
2.         Mengetahui alternatif solusi bagi RSBI / SBI untuk menghadapi kendala dalam penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran Biologi

BAB II
ISI

A.       Penggunaan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Pengantar Pembelajaran di RSBI/SBI
Di Indonesia ada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Dalam UU SPN Tahun 2003 pasal 35 maupun dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 ada pengkatagorian sekolah berdasarkan berbagai  kriteria sekolah yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diamanatkan bahwa kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia mencakup standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
Pengkategorian pendidikan dasar dan menengah di Indonesia menurut UU 20/2003 dan PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 11 dan 16:
a.    Sekolah formal standar (sekolah potensial/rintisan)
b.    Sekolah formal mandiri (Sekolah Standar Nasional (SSN))
c.    Sekolah bertaraf internasional (SBI)
Sekolah potensial, yaitu sekolah yang masih relatif banyak kekurangan/kelemahan untuk memenuhi kriteria sekolah yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Sekolah standar nasional (SSN)  adalah sekolah yang sudah atau hampir memenuhi SNP, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Sedangkan Sekolah bertaraf internasional selanjutnya disingkat SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
Menurut data Education Development Index (EDI) yang diterbitkan UNESCO pada 2007, peringkat Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 58 menjadi peringkat 62 dari antara 130 negara.  Skor EDI Indonesia adalah 0,935 yang lebih rendah daripada Malaysia (0,945) dan Brunei Darusalam (0,965). Hal ini mendorong para penanggungjawab dan pelaku pendidikan di Indonesia untuk berupaya mendesain berbagai program dan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan ke arah yang lebih baik. (Anonim; 2010)
Salah satu kebijakan pemerintah pusat dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia adalah penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) [Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003  pasal 50 ayat (3) dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 pasal 61 ayat (1)]. Kebijakan SBI diharapkan dapat menjadi faktor pendorong bagi Pemerintah Pusat dan Daerah (Propinsi dan Kabupaten) guna meningkatkan kualitas sekolah-sekolah di Indonesia.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional mendefinisikan SBI sebagai satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu Negara anggota OECD dan atau negara maju lainnya (X), yang dirumuskan :
SNP + X
Organisation for Economic Co-Operation and Development yang selanjutnya disingkat OECD adalah organisasi internasional yang tujuannya membantu pemerintahan negara anggotanya untuk menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. Sedangkan negara maju lainnya adalah negara yang tidak termasuk dalam keanggotaan OECD tetapi memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan tertentu. (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah)
Walapun berbagai peraturan terkait SBI telah diterbitkan, namun belum ada panduan operasional yang jelas untuk mencapai standar tersebut. Dibangunnya faktor ’X’ oleh masing-masing SBI yang ada di Indonesia mengakibatkan sistem dan model yang dianut oleh masing-masing sekolah jadi berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, yang akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan dan lulusan yang tidak seragam.
Saat ini di seluruh Indonesia sudah terdapat puluhan bahkan ratusan sekolah bertaraf internasional dengan menggunakan sistem yang berbeda-beda. Kurang lebih ada 3 (tiga) sistem yang paling banyak digunakan oleh sekolah-sekolah bertaraf internasional di Indonesia yaitu Internasional Baccalaureate (IB), Cambridge, dan Australian Curriculum(Anonim; 2010)
Tujuan penyelenggaraan SBI  berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki :
a.    kompetensi sesuai standar kompetensi lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD ataun negara maju lainnya
b.    daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan menampilkan keunggulan lokal ditingkat internasional
c.    kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibuktikan dengan perolehan medali emas, perak, perunggu dan bentuk penghargaan internasional lainnya
d.    kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan sekolah menengah kejuruan
e.    kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris (skor TOEFL Test > 7,5) dalam skala internet based test bagi SMA, skor TOEIC 450 bagi SMK), dan/atau bahasa asing lainnya
f.      kemampuan berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup
g.    kemampuan menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara professional.
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah pasal 2)
Dalam pelaksanaannya, diberikan Standar Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Berikut ringkasan isi dari standar penyelenggaraan tersebut :
a.    Proses Pembelajaran
1)   SBI melaksanakan standar proses yang diperkaya dengan model proses pembelajaran di negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2)   Proses pembelajaran sebagaimana dimaksud ayat (1) menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan kontekstual.
3)   SBI dapat menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang digunakan dalam forum internasional bagi mata pelajaran tertentu.
4)   Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia.
5)   Penggunaan bahasa pengantar bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimulai dari kelas IV untuk SD.
b.    Pendidik dan Tenaga Kependidikan
1)   Pendidik SBI memenuhi standar pendidik yang diperkaya dengan standar pendidik sekolah dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya.
2)   Seluruh pendidik mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
3)   Pendidik mampu mengajar dalam bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang digunakan dalam forum internasional bagi mata pelajaran/bidang studi tertentu, kecuali Bahasa Indonesia, endidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal.
4)   SMA dan SMK bertaraf internasional memiliki paling sedikit 30% pendidik yang berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan bidang studi yang diampu dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi.
5)   Pendidik memiliki skor TOEFL ≥ 7,5 atau yang setara atau bahasa asing lainnya yang ditetapkan sebagai bahasa pengantar pembelajaran pada SBI yang bersangkutan.
6)   SBI dapat memperkerjakan pendidik warga negara asing apabila tidak ada pendidik warga negara Indonesia yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk mengampu mata pelajaran/bidang studi tertentu.
7)   Pendidik warga negara asing paling banyak 30% dari keseluruhan pendidik.
8)   Pendidik warga negara asing harus mampu berbahasa Indonesia dengan baik.
Sekolah RSBI merupakan sekolah yang dipersiapkan oleh pemerintah untuk memasuki kategori sekolah SBI. Tentunya dalam pelaksanaannya harus berlatih memenuhi Standar Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Dari pemaparan terkait Standar Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) di atas, perlu dicermati bahwa baik SBI/RSBI dalam pelaksanaan pembelajaran beberapa mata pelajaran seperti MIPA harus menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya.

B.       Kendala yang Dihadapi RSBI / SBI dalam penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran Biologi
Di Indonesia masih banyak sekolah dengan status RSBI/SBI belum merasa siap melaksanakan Standar Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional. Salah satunya adalah  kendala penggunaan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Pengantar pembelajaran di kelas. Berikut ini adalah beberapa kendala yang dihadapi siswa dan guru dalam proses pembelajaran di kelas jika menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran :
1.    Kendala Siswa
a.    Siswa yang dari SD/SMP tidak menggunakan Bahasa Inggris dalam pembelajarannya akan merasa kaget dengan proses pembelajaran yang menggunakan Bahasa Inggris
b.    Siswa dengan kemampuan bahasa inggris yang kurang tidak dapat menangkap beberapa penjelasan guru yang menggunakan bahasa inggris
c.    Siswa rata-rata memiliki kemampuan bahasa Inggris seacara pasif, sehingga kurang mampu mengikuti pembelajaran secara aktif
d.    Siswa agak sedikit lambat dalam memahami materi jika materi tersebut berbahasa Inggris
e.    Siswa mengalami sedikit kendala dalam belajar beberapa istilah-istilah biologi dalam Bahasa Inggris, seperti dalam konsep prokariotik, prokariotik dicirikan dengan tidak memiliki membran inti. Membran inti dalam istilah bahasa Inggris bukan nuclear membrane akan tetapi nuclear envelope
2.    Kendala Guru
a.       Guru yang tidak berkemampuan berbahasa Inggris dengan baik, terutama guru yang sudah tua akan merasa sulit menyampaikan materi dalam bahasa Inggris, jadi mereka lebih baik tidak menggunakan bahasa Inggris dalam pembelajaran Biologi
b.      Siswa yang memiliki kemampuan bahasa inggris pasif, membuat guru biologi tidak mudah membelajarkan siswa dengan metode yang berpusat pada siswa
c.       Jika di dalam satu kelas terdapat kesenjangan antara siswa yang memiliki kemampuan bahasa inggris lemah dengan siswa yang berkemampuan bahasa inggris tinggi , maka guru akan sulit menentukan harus bagaimana menggunakan bahasa pengantar. Jika menggunakan bahasa inggris, tentunya akan membutuhkan waktu yang lama untuk memahamkan siswa dengan kemampuan bahasa ingggris lemah
d.      Guru sulit mengorganisasi materi yang akan disampaikan dalam bahasa Inggris. Terkadang beberapa istilah biologi sulit diterjemahkan dalam biologi.
e.       Guru terkadang malah mementingkan menyiapkan pembelajaran dengan belajar berbahasa inggris daripada memperdalam materi yang akan disampaikan
f.        Guru di RSBI/SBI biasanya juga masih kesulitan dalam pembuatan perangakat pembelajaran dalam bahasa inggris

C.       Alternatif solusi bagi RSBI / SBI untuk menghadapi kendala dalam penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran Biologi
1.      Alternatif Solusi untuk Siswa
a.       Perlunya kesinambungan dalam pembelajaran biologi di SD, SMP, dan SMA dalam penggunaan bahasa Inggris. Jadi siswa tidak akan kaget jika di salah satu jenjang pendidikan tersebut menggunakan bahasa Inggris dalam pembelajarannya
b.      Menggunakan buku acuan biologi bilingual agar terbiasa menggunakan  Bahasa Inggris dalam belajar biologi dan mengetahui banyak istilah biologi dalam bahasa inggris
c.       Mencoba belajar bahasa inggris secara aktif di kelas ataupun di luar kelas
2.      Alternatif Solusi untuk Guru
a.       Menggunkan sistem pembelajaran bilingual di kelas. Hal ini akan menguntungkan bagi siswa ataupun guru. Siswa terpenuhi kebutuhannya, karena beberapa hal yang sulit akan disampaiakna dalam bahasa Indonesia. Guru juga akan lebih fleksibel dalam mengorganisasi materi, baik dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Untuk guru yang sekiranya sudah tidak mampu menyampaikan materi dalam bahasa Inggris, baiknya berusaha menggunkan bahasa inggris dalam kata instruksional saja. Agar siswa juga terbiasa. Solusi ini juga sangat tepat jika diterapkan di kelas dimana di dalam satu kelas tersebut terdapat kesenjangan antara siswa yang memiliki kemampuan bahasa inggris lemah dengan siswa yang berkemampuan bahasa inggris tinggi.
b.      Guru baiknya menggunakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sehingga siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran. Hal ini juga akan meningkatkan kemampuan berbahasa inggris aktif siswa
c.       Guru perlu meng-upgrade diri, baik pedalaman materi atau kompetensi berbbahasa inggris. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti training, workshop atau sejenisnya. Upgrade diri ini juga perlu seimbang agar guru juga tetap memperdalam materi yang akan disampaikan. Hal ini juga akan menjadi solusi bagi guru yang sulit mengorganisasi materi yang akan disampaikan dalam bahasa Inggris.
d.      Guru juga harus lebih memperhatikan siswa yang agak sedikit lambat dalam memahami materi jika materi tersebut berbahasa Inggris.
e.       Guru juga harus mendukung pihak sekolah untuk menjadi RSBI/SBI. Karena tanpa dukungan dari semua pihak, sekolah tidak akan mampu mewujudkan standar penyelenggaraan SBI.
f.        Guru baiknya menggunakan TI Bilingual dalam pembelajaran biologi. Selain penggunaan bahasa inggris, penggunaan tekhnologi informasi pada pembelajaran sangat mendukung tercapainya standar penyelenggaraan SBI
g.       Guru RSBI/SBI juga sebaiknya sudah menggunakan perangak pembelajaran yang berbahasa inggris. Hal ini dapat membantu guru mengembangkan kompetensinya menuangakn ide dalam bahasa inggris yang mendukung proses pembelajaran
h.       Guru baiknya menggunakan media pembelajaran seperti presentasi, LKS, dan media lain dalam bahasa inggris untuk membiasakan siswa dengan bahasa inggris, terutama istilah biologi
i.         Guru juga sebaiknya perlu mengevaluasi jangan sampai siswa terlalu berkonsentrasi masalah penggunaan bahasa inggris dan mengabaikan materi yang disampaikan. Selain itu pembelajaran menggunakan bahasa inggris ini akan memiliki kecenderungan siswa lebih menyukai menggunakan bahasa inggris daripada bahasa indonesia, sehingga guru harus mengontrol dengan baik supaya hal seperti ini tidak terjadi. Inilah perlunya guru menggunakan bilingual dalam pembelajaranya.
3.      Alternatif Solusi untuk Sekolah
Sekolah harus memberikan support atau dukungan bagi guru-guru agar terus meningkatkan kompetensinya demi mendukung program RSBI/SBI. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sekolah dalam rangka pengembangan RSBI, di antaranya adalah sebagai berikut.:
a.       Adanya “English Day”, sehingga siswa dan guru sama-sama belajar bahasa inggris secara aktif
b.      Workshop, misalnya: peningkatan kemampuan bahasa Inggris guru dan siswa
b.      Pengiriman guru studi banding atau magang ke sekolah bertaraf internasional luar negeri
c.       Peningkatan tatakelola melalui benchmarking, dan membangun network dengan salah satu sekolah di luar negeri (sister school)
d.      Menjalin MOU dengan sekolah yang sudah mulai mapan dalam penyelenggaraannya. Upaya ini paling tidak sebagai bentuk lesson study yang secara empirik memiliki berbagai keunggulan.
e.       SDM di SBI harus mampu memanfaatkan potensi lokal yang ada di sekitar sekolah, sehingga peserta didik peka terhadap kondisi alam dan sosial di sekitarnya.
f.        Perlunya sekolah untuk melakukan pengawasan atau kontrolling penyelenggaraan program  SBI. Harus ada beberapa batasan mengenai konsep “standar internasional”, artinya tidak semua komponen proses pembelajaran menggunakan standar internasional, sehingga identitas asli masyarakat tidak terkikis.

BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
1.    Kendala penggunaan Bahasa Inggris dalam pembelajaran biologi di RSBI/SBI meliputi kendala yang berasal dari siswa berupa kemampuan Bahasa Inggris siswa yang terbatas sehingga kurang dapat menangkap penjelasan guru , siswa memiliki kemampuan bahasa Inggris pasif, lambatnya siswa dalam memahami materi berbahasa Inggris, dan kesulitan belajar beberapa istilah-istilah biologi dalam Bahasa Inggris. Kendala yang dihadapi guru lebih kepada kompetensi guru dan kelemahan siswa yang perlu penanganan khusus.
2.    Alternatif solusi untuk kendala penggunaan Bahasa Inggris dalam pembelajaran biologi di RSBI/SBI dapat disiasati dari peningkatan kompetensi siswa dengan beberapa cara dan peningkatan kompetensi guru sebagai manager dan organisator kelas. Selain itu dukungan dari sekolah dalam hal ini sangat penting.

B.       Saran
1.    Perlunya dukungan berbagai pihak  untuk mengatasi kendala penggunaan Bahasa Inggris dalam pembelajaran biologi di RSBI/SBI. Semua pihak memiliki perannya masing-masing demi pencapaian standar penyelenggaraan SBI
2.    Perlunya sekolah mempertimbangkan potensi dan kompetensi sekolah apabila sekolah ingin diajukan menjadi RSBI/SBI
3.    Jika sekolah memang ingin menerapkan RSBI/SBI perlu keseriusan dalam memenuhi standar penyelenggaraan SBI, tidak setengah-setengah
4.    Baiknya sekolah mengadakan seleksi bagi siswa yang akan mengikuti program RSBI/SBI sehingga dalam pembelajarannya siswa lebih siap secra kompetensi

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dirjen Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan SMA. 2008. Panduan Penyelenggaran Program SMA Rintisan Bertaraf Internasional. Depdiknas. 
Kementrian Pendidikan Nasional. 2009. Sekolah Bertaraf Internasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional.
Nanang, Martono. 2009. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi Khusus Volume 15 Oktober 2009 UPAYA MEWUJUDKAN SEKOLAH BERSTANDAR INTERNASIONAL BERBASIS POTENSI LOKAL. Purwokerto: Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Jenderal Soedirman.
http://news.okezone.com/read/2010/08/05/373/360005/rsbi-sistem-pendidikan-yang-tidak-tepat diakses tanggal  23 September 2011 pukul 17.15